DREAMERS.ID - Kabar mengejutkan meninggalnya aktor Korea Selatan, Lee Sun Kyun setelah ditemukan tak bernyawa di dalam mobilnya kembali mengangkat isu besar di Korea Selatan terkait krisis bunuh diri di sana. Dilaporkan sebelumnya, polisi telah mencarinya setelah keluarga yang notabene sang istri melaporkan ia meninggalkan rumah di pagi hari setelah menulis pesan mirip surat wasiat.
Korea Selatan memang mencatat angka bunuh diri tertinggi di antara negara-negara anggota Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OCED) selama hamper 20 tahun belakangan, melansir Detik. Tercatat ada 25,2 kematian per 100.000 orang pada tahun 2022.
Angka tersebut menjadikan Korsel memiliki Tingkat bunuh diri lebih dari dua kali lipat rata-rata OCED yaitu 10,6 kematian per 100.000 orang. Selain itu ada pula data dari Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan serta Badan Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea Selatan, jika hampir 400.000 warga melakukan bunuh diri selama tiga tahun terakhir. Mirisnya, angka bunuh diri ini meningkat di kalangan generasi muda.
Pemerintah Korea Selatan pun mengumumkan rencana lima tahun untuk mencegah angka bunuh diri dengan tujuan mengurangi angka bunuh sebesar 30% yang akan menggeser posisi Korsel dari po Tingkat teratas table OCED. Rencana tersebut meliputi pemeriksaan Kesehatan mental yang didanai negara setiap dua tahun.
Adapula dukungan yang lebih besar bagi komunitas lokal untuk merawat orang-orang yang rentan, moderasi yang lebih baik terhadap konten online yang bersifat eksplisit dan berbahaya, serta system cepat melaporkan konten berbahaya tersebut langsung ke polisi.
Baca juga: Film Dokumenter Kontroversi Ibu Negara Korea 'First Lady' Segera Dirilis
Tak pelak, krisis Kesehatan mental Korsel ini juga disinyalir disebabkan oleh lingkungan yang penuh tekanan baik di tempat kerja maupun sekolah. Juga Tingkat pengangguran yang tinggi, kurangnya jarring pengaman sosial untuk lansia dan banyaknya nilai-nilai budaya yang memberi stigma untuk Kesehatan mental yang buruk."Kehidupan juga sulit bagi populasi lanjut usia di Korea. Selain harus menghadapi isolasi yang melumpuhkan, negara ini tidak memiliki sistem kesejahteraan yang kuat untuk mendukung masyarakat lanjut usia," kata Dr Kwon Hea Kyun, seorang psikoterapis Korea-Amerika yang berbasis di New York kepada The Telegraph.
Ada juga budaya Korsel yang berakar pada nilai-nilai dari modernisasi pesat pada akhir abad ke-20. Budaya patriarki kuat di Korea Selatan dan ada di seluruh lapisan Masyarakat. Hal ini membuat Perempuan merasa diremehkan dan tidak aman. Belum lagi konsep lama soal ‘rasa malu’, ‘menyelamatkan muka’ dan konformitas.
"Masyarakat kita tidak bermurah hati terhadap orang yang melakukan kesalahan," tambah Dr Kwon.
Sebuah makalah penelitian tahun 2022 di Harvard International Review memaparkan sulitnya pemberian layanan Kesehatan mental di Korea Selatan walaupun tingkat stress dan depresi sangat tinggi di sana.
Makalah tersebut menuliskan adanya ‘krisis tersembunyi di Sungai Han yang mengalir melalui Seoul’. Di tahun 2017, hampir satu dari empat warga Korsel menderita gangguan mental, tapi hanya satu dari sepuluh yang menerima pengobatan karena pola piker isu Kesehatan mental masih tabu untuk dibicarakan.
(rei)