DREAMERS.ID - Semakin banyak gejala covid-19 baru yang ditemukan peneliti, salah satunya derilium, sebuah kondisi penurunan kesadaran yang bersifat akut dan fluktuatif. Pengidap biasanya mengalami kebingungan parah dan berkurangnya kesadaran terhadap lingkungan sekitar.
Melansir laman Detik, dr. Fajar Maskuri, Sp.S., M.Sc. merupakan Dokter Spesialis Saraf Rumah Sakit Akademik Universitas Gadjah mada (RSA UGM), mengatakan delirium merupakan gangguan sistem saraf pusat yang berupa gangguan kognitif dan berkurangnya kesadaran terhadap lingkungan.
Gejala dari derilium adalah disorientasi, bicara menggigau, sulit konsentrasi/kurang fokus, gelisah, serta halusinasi "Gejala-gejala itu munculnya fluktuatif dan biasanya berkembang cepat dalam beberapa jam atau beberapa hari," jelas Fajar.
Faktor utama penyebab derilium pada Covid-19
Penyebab terjadinya derilium pada pasien Covid-19, karena adanya penyakit sistemik dan inflamasi sistemik, gangguan sistem pembekuan darah yang terlalu aktif (koagulopati), dan infeksi virus Corona langsung ke saraf.
Kemudian mekanisme autoimun pasca infeksi dan endoteliitis turut berpengaruh terhadap munculnya delirium pada pasien namun dengan intensitas lebih jarang dibandingkan mekanisme yang lain.
Baca juga: Gejala Khusus COVID-19 Subvarian XB.1.16 yang Ditemukan 5 Kasus Di Jakarta
Derilium yang muncul pada pasien Covid-19Fajar menjelaskan bahwa gangguan neurologis dapat terjadi pada sekitar 42,2 persen pasien Covid-19. Sementara manifestasi gangguan neurologis tersering pada pasien Covid-19 adalah nyeri otot (44,8 persen), nyeri kepala (37,7 persen), delirium (31,8 persen), dizziness (29,7 persen).
Siapa yang dapat mengalami derilium
Delirium rentan terjadi pada orang lanjut usia (lansia) atau di atas 65 tahun, terutama pada lansia yang lebih lemah. Terdapat beberapa kondisi lain yang menyerupai delirium Covid-19 pada lansia. Selain itu, delirium juga dapat terjadi pada pasien-pasien yang mendapat obat-obatan psikotropika karena kondisi penyakit tertentu.
Dampak dari derilium
Dampak dari derilium langsung berhubungan dengan kegagalan sistem multi-organ. Karenanya pasien Covid-19 dengan gejala berat berisiko empat kali lipat mengalami delirium. Sementara itu, delirium berhubungan dengan outcome fungsional yang lebih buruk pada pasien-pasien Covid-19 yang dirawat dalam jangka panjang.
Pasien yang mengidap derilium biasanya mengalami gangguan konsentrasi yang terus-menerus dan penurunan memori jangka pendek (brain fog). Oleh sebab itu, evaluasi sistem saraf dan kognitif menjadi penting untuk menegakkan diagnosis lebih lanjut serta untuk menentukan terapi rehabilitasi yang dibutuhkan pasien.
(rnd)