DREAMERS.ID - Di tengah bergulirnya kasus menghebohkan yang dilakukan warga negara Indonesia, Reynhard Sinaga di Inggris yang buat geleng-geleng kepala. Ada pula terkuak kasus di Jepang yang miris dan disebut ‘gila’.
Melansir Liputan6, Satoshi Uematsu yang berusia 29 tahun tega membunuh 19 orang penyandang difabel di sebuah panti, di dekat Tokyo pada tahun 2016 dengan alasan orang-orang penyandang cacat tidak berguna, berbahaya bagi masyarakat dan harus dibunuh.
Uematsu sendiri adalah seorang mantan karyawan di pusat perawatan bagi para difabel dan didakwa dengan berbagai kasus kejahatan, termasuk pembunuhan. Kasus ini juga dianggap sebagai salah satu pembunuhan massal terburuk di Jepang, karena Jepang adalah negara di mana kejahatan kekerasan jarang terjadi.
Kasus ini juga menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana perlakuan Jepang terhadap warga difabel. Hampir semua korban tidak akan disebutkan namanya dalam persidangan karena nampaknya kerabat korban takut akan stigma yang terkait dengan memiliki anggota keluarga yang difabel.
Di pembukaan persidangan, Uematsu tidak membantah jika dia telah menikam korbannya. Ketika ditanya apakah dakwaan ada yang berbeda dari fakta yang ia lakukan, ia menjawab, “Tidak, tidak ada”.
Namun tim pembela mengaku kliennya tidak bersalah karena Uematsu berada di bawah pengaruh obat-obatan kala itu. Ada juga bekas-bekas ganja yang ditemukan dalam darah terdakwa setelah kejadian tersebut. Namun Jaksa bersikeras ia berkompeten secara mental.
Baca juga: [Exclusive Dreamers.id] DXTEEN Spill Deg-Degannya Pertama Kali Perform Di Depan NICO Indonesia!
"Dia menyalahgunakan ganja dan menderita penyakit mental," kata pengacaranya. "Dia berada dalam kondisi di mana dia tidak memiliki kapasitas untuk bertanggung jawab atau kapasitas seperti itu secara signifikan melemah."Kronologinya, Uematsu membawa sejumlah pisau ke panti perawatan Tsukui Yamayuri pada 26 Juli 2016 dini hari dan memecahkan jendela salah satu bangunan serta mulai menikam penghuni yang tidur satu per satu di kamar mereka, jelas jaksa penuntut.
Korban tewas yang berjumlah 19 berusia antara 19 hingga 70 tahun. Sementara 20 lainnya menderita luka serius. Setelah serangan tersebut, Uematsu menyerahkan diri ke kantor polisi. Panti itu sendiri memiliki sekitar 150 penghuni saat serangan itu terjadi dengan 9 anggota staf bertugas saat itu.
"Ketika Uematsu menyerahkan diri, dia ditemukan membawa pisau dapur dan jenis pisau lain yang berlumuran darah," kata seorang pejabat prefektur Kanagawa kepada wartawan saat itu.
Namun belakangan muncul jika beberapa bulan sebelum serangan, Uematsu membawa surat ke parlemen Jepang yang mengatakan ia akan membunuh 470 orang cacat jika diizinkan. "Saya ingin Jepang menjadi negara di mana orang cacat dapat dilakukan euthanasia."
Dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Mainichi Shimbun Jepang, dia mengatakan "tidak ada gunanya hidup" untuk orang-orang cacat mental dan bahwa dia "harus melakukannya demi masyarakat". Dia mengatakan kepada Kyodo bulan lalu bahwa orang cacat "membawa kemalangan" dan "berbahaya".
(rei)