DREAMERS.ID - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) telah memblokir situs menonton film secara streaming IndoXXI. Per 1 Januari lalu, situs tersebut sudah tak menyediakan layanan menonton video atau film bioskop secara streaming.
Meski begitu, sejumlah pakar mengatakan bahwa layanan menonton film bajakan tetap 'eksis' karena masih banyak pilihan alamat domain sebagai wadah untuk menawarkan layanan serupa. Pengamat Keamanan Siber dari Vaksin.com, Alfons Tanujaya mengibaratkan pemblokiran situs layaknya film kartel narkoba. Ketika ada pemimpin kartel yang ditangkap, maka posisinya akan segera digantikan oleh orang atau organisasi lain.
Sebab, bisnis penyedia layanan menonton film bajakan sudah berjalan dan memberi margin yang menggiurkan. "Alamat situs tinggal diubah dan pilihannya ada 1001, itu praktek yang sudah dilakukan lama sekali. Kalaupun IndoXXI benar menonaktifkan diri seperti yang diumumkan situsnya, pemain lain akan menggantikannya," kata Alfons, mengutip CNN Indonesia.
Saat mencoba mengetik kata kunci 'situs nonton film streaming' di mesin pencari Google, kita akan disuguhkan dengan situs-situs alternatif seperti:
Baca juga: Menonton Film Selama Masa Isolasi Jadi Sumber Inspirasi Lagu Taylor Swift
1. Project Free TV (https://prfrtv.co/movies/)Meski begitu, pengamat keamanan siber lain yakni Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi CISSReC Pratama Persadha mengatakan bahaya yang mengintai ketika masyarakat menonton atau mengunduh dari situs-situs film ilegal itu berpotensi menyusupkan malware ke perangkat pengguna.
Ia membeberkan bahaya ini muncul ketika pengguna diarahkan untuk mengklik tautan tertentu sebelum film dapat diunduh atau ditonton. Tautan ini menurutnya berupa notifikasi berupa alamat situs yang mengarahkan mereka untuk bisa melihat konten film tersebut.
Pratama pun sempat menyinggung tindakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) memblokir situs menonton film streaming, IndoXXI. Menurut dia, pemblokiran bukan satu-satunya jalan keluar yang mesti ditempuh.
Namun, proses edukasi terkait Hak Kekayaan Intelektual juga wajib diperkuat. "Di era siber, sebenarnya lebih mudah untuk mengetahui mana yang asli dan bajakan, mana yang lebih dulu membuat sebuah karya dan mana yang menjiplak. Secara umum, di wilayah siber ini memang banyak terjadi pembajakan karya," pungkas Pratama.
(fzh)