DREAMERS.ID - Satelit Broadband terbesar Indonesia bernama Nusantara Satu baru saja resmi diluncurkan, pada Jumat, 22 Februari 2019 di Cape Cannaveral, Florida, Amerika Serikat. Peluncuran satelit milik PT Pasifik Satelit Nusantara ini akan menggunakan roket Falcon 9 milik perusahaan antariksa swasta milik Elon Musk, SpaceX.
Direktur Utama PSN, Adi Rahman Adiwoso mengatakan jika satelit komunikasi milik perusahaan Indonesia ini memiliki bobot mencapai 4,7 ton. Angka ini setengah dari total berat muatan keseluruhan Falcon 9. Roket Falcon 9 membutuhkan waktu sekitar 45 menit untuk mengantarkan satelit Nusantara Satu ke wilayah orbit geostationer. Setelah itu, satelit akan di pindah tangankan kepada SSL untuk ditempatkan di titik yang diinginkan.
Nusantara Satu adalah Satelit High Throughput Satellite (HTS) komunikasi broadband pertama Indonesia yang kabarnya akan siap melayani kebutuhan broadband tanah air pada April 2019 nanti. Pemerintah kabarnya akan menggunakan Nusantara Satu untuk membuka akses kepada puskesmas, sekolah, kantor desa di seluruh Indonesia yang belum terjangkau oleh jaringan internet.
Baca juga: Ada Wanita dan Satu Pendatang Baru, Ini Daftar Terbaru Orang Terkaya Indonesia Versi Forbes
Dilansir dari CNN Indonesia, Satelit Nusantara Satu ini memakan biaya produksi hingga mencapai US$ 250 juta atau sekitar Rp 3.5 triliun. Group Head Space System Group PSN Indri Prijatmodjo mengatakan ongkos meluncurkan Nusantara Satu ke angkasa juga tidak murah karena menelan biaya sekitar US$ 60 juta atau Rp 843 miliar.“Daftar harga SpaceX terbuka di internet. Ada harga SpaceX yang Falcon 9 di situsnya. Falcon 9 itu memakan US$ 60 juta,” kata Indri saat acara konferensi pers di kantor PSN, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (22/2).
Teknologi Next Generation Electric Propulsion yang disematkan pada roket Nusantara Satu ini membuat roket menjadi sangat ringan dan membuat biaya investasi menjadi lebih terjangkau.
Selain itu, teknologi unggulan yang ada pada Nusantara Satu diantaranya adalah High Throughput Satellite yang mana memungkinkan penggunaan ulang frekuensi sehingga kapasitas bandwidth lebih besar. serta Electric Propulsion, teknologi pendorong satelit paling mutakhir yang lebih hemat tempat dan lebih tahan lama dibanding pendorong bahan bakar kimia.
(nino)