Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
line official dreamers
facebook dreamers
twitter dreamer
instagram dreamers
youtube dreamers
google plus dreamers
How It Works?
Dreamland
>
Fan Fiction
Into The Void
Posted by KaptenJe | Kamis,09 November 2017 at 20:07
5
19083
Status
:
Ongoing
Cast
:
Produce 101 season 1 & 2
Into The Void

CHAPTER 16 : CHAPTER 15

Gangwondo

07.00 PM

Jonghyun dan teman-temannya sudah sampai di Gangwondo sejak siang tadi. Youngmin, Donghyun juga Aron dan Minki menjelaskan masalah yang terjadi sesungguhnya kepada tuan Kim, ayah Jonghyun. Semua telah kembali seperti semula. Tuan Kim telah memaafkan Jonghyun. Tidak, dibanding memaafkan ia justru merasa sedikit bersalah kepada anaknya itu. Makan malam baru saja selesai. Sebagian berbincang dengan orang tua Jonghyun juga sang kakak wanita Jonghyun di ruang tamu. Jonghyun sendiri memilih untuk duduk di sebuah kursi kayu di pekarang rumah, tanpa seorang pun di sisinya. Pandangannya menatap lurus ke atas langit. Tuan Kim menghampiri Jonghyun “Mwohae?” Sapa sang ayah.

“Eobseoyo appa.. aku hanya sedang sedikit kekenyangan saja” Jawabnya beralasan.

Ia mengenal anaknya dengan baik. Bahkan setiap kebohongan yang terucap dari bibir Jonghyun sudah sangat dihafal gelagatnya oleh Tuan Kim. “Sampai kapan kau akan terus seperti ini Jonghyun-a” Ujar sang ayah “Sejak awal kau meminta izin untuk pergi dari rumah ini, kau sudah membuat appa mu ini merasa begitu bersalah. Sekarang hati ku semakin berat bahkan untuk sekedar menatap mu. Aku merasa menjadi seorang appa yang begitu buruk untuk mu”

“Eiii.. jangan bicara seperti itu appa. Nan gwenchanayo..” Hibur Jonghyun merangkul sang ayah. Ia sangat menyayangi kedua orang tuanya. Ia tidak ingin mereka menjadi terbebani ataupun merasa bersalah.

Tuan Kim sangat khawatir dengan anaknya, Jonghyun. “Tinggal lah disini Jonghyun-a. Kau tak perlu kembali ke Seoul .. teman-teman sekolah mu akan memperlakukan buruk setelah ini. Mereka tidak mengetahui apapun tapi ucapan mereka mungkin saja...”

“Appa” Potong Jonghyun “Nan Gwenchanayo...jincharo...kkokjong hajimaseyo” Ia menekankan ucapannya sekali lagi.

“Kau akan terus mengatakannya.. mengatakan bahwa kau baik-baik saja” Ujar Tuan Kim. Digenggamnya tangan sang anak “Aniya....Kau tidak membawa nasib buruk untuk keluarga ini seperti apa yang semua orang katakan pada mu”. Pelupuk mata Jonghyun melebar karena ucapan ayahnya. Sudah lebih dari dua tahun ia menyimpan perasaan itu seorang diri tanpa tahu bahwa orang tuanya ternyata menyadari hal tersebut. “Usaha yang ku rintis bangkrut karena kebodohan ku. Aku tak memahami dengan baik tentang usaha yang sedang ku jalankan. Maafkan aku karena kau harus membesarkan mu dalam kondisi kekurangan.. sebagai seorang ayah seharusnya aku melindungi mu dari ucapan orang-orang tentang kau lah yang membawa keburukan.. karena kau dilahirkan semua ini terjadi kepada kedua orang tua mu.. kau tidak harus mendengar semua itu, mianhae Jonghyun-ah” Pernyataan tersebut tulus dari lubuk hati tuan Kim.

Tuan Kim sempat berada dalam kondisi keuangan baik, cenderung berlebih setelah merintis usaha dengan sang istri setelah pindah ke Gangwondo. Saat mereka mendapatkan anak pertama mereka, hingga anak pertama mereka lahir, anak tersbeut hidup serba berkecukupan. Kondisi tersebut berbalik setelah dua tahun. Usaha yang dirintis Tuan kim mendadak mengalami kemunduran saat Ibu Jonghyun sedang mengandung Jonghyun. Dan mengalami bangkrut total saat Jonghyun berusia empat tahun. Sejak saat itu mereka hidup serba kekurangan. Sisa-sisa usaha mereka harus mereka relakan untuk mebayar upah pekerja yang tertunda. Banyak pihak, termasuk keluarga Tuan kim dan Nyonya Kim sendiri menyindir kehadiran Jonghyun tak membawa dampak buruk untuk keluarganya.  Tuan Kim bekerja sebagai pelayan toko semanjak itu. Meski serba kekurangan, mereka tetap menyekolahkan kedua anak mereka. Setelah lulus sekolah dasar, orang tua Youngmin, yang kebetulan kerabat dekat Tuan Kim, membawa Jonghyun dan menyekolahkannya di Busan. Setelah lulus sekolah menengah pertama, Jonghyun memutuskan untuk meneruskan sekolahnya di Seoul bersama Donghyun (Sepupu Youngmin). Jonghyun tidak hanya bersekolah, tapi juga bekerja bersama Donghyun menjalani bisnis PC bang milik ayah Donghyun karena keduanya gemar bermain game.

Cibiran anak pembawa sial itu juga semakin santer terdengar karena kenyataan menunjukkan setelah kepergian Jonghyun ke Busan juga Seoul, sang ayah perlahan bisa kembali membangun usaha. Tiga tahun terakhir, usaha tersebut kembali berkembang pesat, dan saat ini ia juga istri dan anak pertamanya, kakak dari Jonghyun sudah tinggal di rumah baru mereka yang berukuran 3x lipat dari rumah yang mereka tinggali saat Jonghyun masih berada di Gangwondo.

Keheningan tercipta diantara Jonghyun dan ayahnya. Bukan hanya sekedar khawatir akan hidup Jonghyun di Seoul. Melihat cara Jonghyun menyikapi masalah yang baru saja menimpa dirinya juga membuat Tuan Kim terenyuh. Ia tahu Jonghyun menjalani hidup dengan miskin akan rasa percaya akan dirinya sendiri. Ia selalu menyalahkan dirinya akan semua hal yang terjadi. Semua adalah akibat dari semua yang Jonghyun alami dalam hidupnya. “Aku ingin menceritakan sebuah hal kepada mu Jonghyun-a” Ujar Tuan Kim “Aku bertemu dengan seseorang yang pada akhirnya membantu ku untuk kembali merintis usaha.. hingga sekarang appa bisa membuat hidup keluarga kita menjadi lebih baik. Pada awalnya.. aku heran mengapa ia tiba-tiba bersedia membantu ku. Aku juga cemas mungkin ada maksud lain dari pertolongan yang ia berikan kepada ku. Setelah satu dua tahun menjalani usaha bersama dan usaha kami mengalami peningkatan pesat.. ia meminta ku untuk melanjutkan usaha ini, karena ia harus kembali ke US. Saat terakhir bersama dengannya, Aku memberanikan diri bertanya apa alasan ia membantu ku”

Jonghyun memperhatikan sang ayah bicara. Terlihat sang ayah seperti sedih dan hendak menangis, menatap lirih ke arah nya yang hanya bisa diam dan menutup rapat mulutnya.

Tuan kim meneruskan ceritanya “Pertama kalinya.. aku mengetahui, bahwa ia.. adalah ayah dari teman sekelas mu saat kau sekolah dasar dulu. Kim Taemin, nama anak itu”

“Taemin?..” Sela Jonghyun. Mata Jonghyun berkaca mendengar nama tersebut. Taemin adalah teman baiknya. Mereka cukup dekat saat sekolah dulu. Namun...

“Ne” Angguk Tuan Kim “Jika aku bertanya tentang Taemin, Kau pasti mengingat anak itu. Itu kata ayah Taemin.” Ujar Tuan Kim “Ia mengatakan bahwa Taemin meminta ia untuk memastikan bahwa Jonghyun hidup dengan baik. Itu.. adalah permintaan terakhir Taemin sebelum ia meninggalkan dunia ini untuk selamanya”

Setitik air mata Jonghyun membasahi pipinya. Taemin adalah seorang anak yang menderita penyakit kronis dan sudah divonis tidak akan memiliki umur panjang. Taemin sering sekali pingsan di kelas. Jonghyun yang dulu selalu mengantarnya ke ruang kesehatan. Banyak yang mengejek Taemin karena penyakit yang ia derita, merasa sama-sama sering menjadi bahan olokan, Jonghyun selalu melindungi Taemin. Taemin meninggal dunia beberapa bulan sebelum kelulusan sekolah dasar. Taemin adalah teman pertama yang Jonghyun miliki, dan sulit bagi Jonghyun untuk melupakan anak itu. Mendengar cerita sang ayah tentang ayah Taemin yang ternyata menjadi alasan usaha sang ayah kembali berjalan, membuat Jonghyun merasa tersentuh. Jauh didalam hatinya ia merasa begitu berterima kasih kepada Taemin dimana pun Taemin berada saat ini.

Tuan Kim meletakkan sebelah tangannya lagi di atas pundak Jonghyun, ditariknya tubuh Jonghyun lalu dirangkulnya erat “Kau tidak perlu pergi jauh dari kami Jonghyun-a... Keajaiban ini datang kepada kedua orang tua mu bukan karena kau kau berada jauh dari kami..hhhh.. Kundae..” Tuan Kim menahan tangisnya. Ia ingin mengucapkan kata-kata ini dengan lantang kepada Jonghyun “Dangshin... Nae adeuligi taemunae... Jonghyunnie, niga.. urie gijogi.. uri adeul..” ucap Tuan Kim bangga “Appa Mianhae.. naneun.. hhh.. neol wihae .. joheun appaga mothaeseo.. Mianhae Jonghyunnie hiks..”

“Geron mal hajima appa” Jonghyun menghapus air matanya. Sebisa mungkin ia ingin menenangkan Kim. “Nan Gwenchana.. aku menyayangi mu dan bangga memiliki ayah seperti mu appa. Kau tidak pernah menyerah disaat sesulit apapun. Kau mengajarkan banya hal pada ku. Jadi ajngan bicara seperti itu” Jonghyun tidak hanya mengatakan hal tersebut untuk menenangkan sang ayah, tapi juga seseorang yang sejak tadi berdiri di balik pintu sana. Seseorang yang sejak tadi mendengarkan pembicaraan mereka. “Appa Himnae” Jonghyun memberi semangat dengan aegyo manis khas sebagai anak bungsu di kelurga.

Tuan Kim tersenyum kecil, senyum tenang yang ia wariskan kepada Jonghyun, ia menatap lekat sosok putranya. Sesaat mereka diam hingga Tuan kim mengatakan sepatah kata “Kundae ige jinsimiya” Seru Tuan Kim. Sang anak kini balik menatap dirinya “Aku tidak ingin kau kembali ke Boarding House saat ini Jonghyun-a”

“Tapi aku harus kembali appa” Jawab Jonghyun menanggapi dengan tenang “Banyak yang telah berubah dari hidup ku saat ini. Aku tahu appa menghawatirkan ku.. tapi.. aku tidak ingin lari dan meninggalkan teman-teman ku disana.. Aku ju..”

“Jonghyun-a” Sela Tuan Kim “Ada banyak hal yang tidak kau ketahui. Saat ini Minhyun hyung tidak ada bersama kalian, kalian semua mungkin akan celaka di kemudian hari. Aku tidak meminta mu meninggalkan teman-teman mu saat ini, aku ingin kau memberi tahu mereka untuk pulang ke rumah mereka masing-masing sementara waktu”

Jonghyun memicingkan matanya “Minhyun.. hyung?” Ucap Jonghyun heran. Sang ayah selalu menyebut Hwang Minhyun dengan sebuan Tuan Hwang sebekumnya, tapi hari ini ia menyebut namja itu dengan sebutan Minhyun hyung.

“Ne” Tanggap Tuan Kim “Aku tidak pernah memberi tahu mu.. bahwa aku telah mengenal Minhyun hyung jauh sebelum kau tinggal di boarding house miliknya. Lebih tepatnya aku mengizinkan mu tinggal disana karena aku percaya Minhyun hyung akan menjaga mu dengan baik. Narang.. tto.. Moonseongie.. Kami menitipkan kau dan Seongwoo kepada Minhyun”

“Moonseong? Seongwoo’s appa? Kau juga mengenalnya?” Tanya Jonghyun dengan nada kaget. Ia sungguh tidak mengetahui apapun bahwa Tuan hwang, sang ayah juga ayah Seongwoo saling mengenal.

“Yeobo!” Suara Ibu Jonghyun memanggil suaminya dari dalam rumah terdengar. “Aku sudah memotongkan banyak buah untuk kalian. Masuk lah, di luar dingin”

“Kita akan bicara lagi nanti, Ibu mu sudah memanggil, khaja” Seru Tuan Kim mengajak Jonghyun masuk.

“Ne appa.. Appa masuk lah lebih dulu, aku akan menyusul ^^” Jawab Jonghyun

“Araseo” Tuan Kim mengacak-acak rambut putranya, kemudian ia pergi memasuki rumahnya.

Jonghyun melirik sisi kiri rumanya, dimana seseorang berdiri di pintu samping rumahnya. Senyum Jonghyun terkembang. Ia melangkahkan kaki menghampiri seseorang yang tengan berjongkok disana. “Mwohae?” Tanya Jonghyun begitu sudah berada di dekatnya.

Jieqiong, benar, sosok tersebut adalah Jieqiong yang tak sengaja mendengar pembicaraan antara Jonghyun dan ayahnya tadi. Ia mengangkat wajah, mendapati Jonghyun saat ini berkutut menyamakan tinggi dengan dirinya yang tengah berjongkok. Senyum tenang di wajah Jonghyun membuatnya semakin sedih, Jonghyun selalu seperti itu.. dan ia membenci nya. Apalagi setelah mendengar cerita sang ayah tentang Jonghyun. Sembab mata Jieqiong menatap sebal Jonghyun “Paboya” Ujar Jieqiong seraya berdiri. Jonghyun mengikutinya berdiri. Jieqiong membuang muka saat air matanya kembali menetes.

“Wae uro hahaha” Ledek Jonghyun meledek Jieqiong. Ditariknya Jieqiong ke dalam hangat pekuk nya “Wae uro?” Ulang Jonghyun dengan nada bicara memanja seperti bicara kepada anak kecil.

“Nan niga shireo.. hh.. hhhiing~~ hiks.. hiks” Tangis Jieiqong memeluk balik Jonghyun dengan erat, cara Jieqiong menangis lebih terdengar seperti sedang merengek, karena itu Jonghyun terus menggodanya. Berkali-kali kata-kata “aigoo.. uri jieqiongie” terlontar dari bibir Jonghyun dengan nada meledek. Sementara Jieiqong sendiri tidak berhenti menangis sedikit pun, semakin diledek ia semakin kencang menangis. Sesekali sembari merengek ia memekik“Ya!”

***

Boarding House's Dining room

7.20 PM

Seongwoo melihat gelang yang melingkar di pergelangan tangan Sejeong yang duduk bersebelahan dengannya ketika mereka tengah menikmati ramyun. "Sejak kapan kau suka memakai aksesoris?"

"Ah igo? Daniel memintaku memakainya", ujar Sejeong.

"Mwo? Kang Daniel??", seru Seongwoo tak percaya. Sejeong lalu menceritakan alasan mengapa Daniel memberikan gelang itu padanya. "Mworago? jadi menurut Daniel, orang yang menyerangnya adalah bagian dari kita?"

Sejeong mengangguk pelan. "Ia masih tak yakin, maka dari itu ia memintaku memakai gelang ini dan memperhatikan reaksi orang orang", ujar Sejeong.

"Ah geundae...bagaimana jika ia menyerangmu?", tanya Seongwoo.

"Jika ia bagian dari kita, maka ia memiliki ruang gerak yang sempit untuk menyerangku karena kalian semua selalu berada di dekaktku,  kecuali jika aku melakukan apa yang dilakukan Daniel...pergi diam diam seorang diri", ujar Sejeong. "Apa sebaiknya jangan kupakai dulu saja ya?", gumam Sejeong melepas gelang tersebut dan meletakkannya di atas telapak tangannya. "Ya...bukan kau pelakunya matchi?"

"Ya..neo micheosseo? Bukankah kau lihat sendiri aku masih berada di kamarku ketika Daniel menghubungimu??", sungut Seongwoo tak terima.

"Ah matta...benar juga", gumam Sejeong. "Geundae nuguya...geu sarami", gumam Sejeong berpikir.

"Solma...Chaeyeonnie? mengingat betapa ia selalu menjahati kita...bisa saja ia pelakunya!", sahut Seongwoo asal.

"Ya...Kang Daniel dua kali lebih besar dari Chaeyeon..bagaimana mungkin ia bisa menjatuhkan Daniel seorang diri begitu saja", ujar Sejeong.

"Benar juga.....ah molla! na baegopha", sungut Seongwoo menghabiskan sisa ramyunnya. "Ya...berikan gelang itu padaku", ujar Seongwoo.

"Kenapa aku harus melakukannya?", tanya Sejeong.

"Ya...jom saenggakhaebwa...Daniel masih menjalani perawatan karena apa yang terjadi padanya...kau mau hal serupa terjadi berikutnya padamu? Aku hanya akan menyimpannya sampai kita menemukan waktu yang tepat untuk memberitahu hal ini pada yang lainnya. Sembari kita mencari tahu siapa yang terlihat mencurigakan", bujuk Seongwoo.

Sejeong merasa ucapan Seongwoo tadi cukup masuk akal. Terlalu riskan baginya jika ia memakai gelang itu kemanapun, terlebih lagi, situasi di antara mereka sedang kalut. "Arasseo", ujarnya  menyerahkannya pada Seongwoo.

"Aku akan menyimpannya...na yaksokhae", ujar Seongwoo serius.

"Ne arasseo", jawab Sejeong. Ia lalu menatap ke arah pintu kamar Minhyun yang berada beberapa meter di seberangnya. "Apa yang diinginkan Minhyun dari dokter itu? 'Malhae'? Apa yang ingin Minhyun ketahui darinya? Apa ia sungguh sungguh tak mengenal dokter itu atau...ia berbohong padaku?", gumam Sejeong dalam hati.

***

Hospital

Guanlins Room

10.00 PM

Shiyeon tertidur tenang di atas kursi disamping tempat tidur daniel dengan kepala bersandar pada tempat tidur rawat Daniel. Guanlin berdiri di depan jendela, pandangannya kosong malam itu, pikirannya bercampur aduk. Selembar surat berada di tangan Guanlin. Sejenak menyentuh surat tersebut membuat dadanya sedikit sesak.

**FLASHBACK**

Guanlin melihat sosok seseorang berdiri di arah yang tunjuk anak kecil yang baru saja mendatanginya. Di tangannya secarik kertas bertuliskan:

“Guanlin-ah…Ini aku"

-BJY-

Guanlin segera berlari ke tempat dimana sosok tadi berdiri, tanpa menyadari seseorang di antara temannya juga tengah memperhatikan gelagat Guanlin, dan memilih untuk mengikuti Guanlin setelah itu.

Guanlin berlari cepat menuju tempat sosok tadi berdiri, namun sosok tersebut terus berlari saat Guanlin mengejarnya. Sosok tadi membimbing Guanlin sampai ke sebuah tempat yang sepi. Guanlin sudah tak lagi berada di area piknik bersama anak lainnya.

Sosok tersebut berhenti di antara semak. Guanlin sendiri ikut menghentikan langkahnya. Dukk.. duk.. dukk.. Sebuah bola basket menggelinding ke arah Guanlin, anak tadi yang mengirimkan bola tersbeut untuk Guanlin. Bola tersebut bukanlah bola biasa. Di permukaan bola tersebut tertempel sebuah amplop bertuliskan “To : Guanlin” dan sebuah pesan “Don’t follow me”. Karena pesan tersebut, Guanlin terdiam, membiarkan sosok tadi pergi meninggalkan dirinya tanpa melihat sama sekali wajah namja itu, karena ia terus membelakangi Guanlin.

Guanlin melepaskan amplop dari bola basket tadi. Dalam secarik kertas pada amplop tersebut lagi-lagi tersemat pesan. Guanlin mengernyitkan dahi begitu membaca pesan tersebut. Ia segera berbalik, kemudian memperhatikan sekitarnya. Seseorang seperti bersembunyi terburu-buru tertangkap oleh mata Guanlin. Guanlin tidak lantas menghampiri, ia hanya dengan seksama memperhatikan sepatu seseorang yang ia kenali berada disana “Jihoon?” Ujarnya dalam hati.

**END FLASHBACK**

Kembali Guanlin membuka surat di tangannya, surat yang ia dapatkan beberapa hari lalu. Surat tersebut berisi tempelan-tempelan huruf dari surat kabar, bukan dengan tulisan tangan.

Im still alive Guanlin, Dont worry. And.. Be careful of him, Park Jihoon, Baejin

Hingga saat ini Guanlin belum memberi tahu siapapun tentang surat tersebut. Ia masih ingin mencari tahu kebenaran tentang keberadaan sang pengirim surat. Ia ingin mengatakan mengenai masalah ini kepada Jonghyun ataupun Seongwoo, tapi ia belum sempat dan juga masih ragu.

*** 

Boarding House

Living room

11 PM

Sejeong melamun seorang diri di ruang tamu. Ia lelah namun ia tak bisa tidur. Suasana rumah begitu sepi malam itu. Siyeon dan Guanlin berada di rumah sakit, menjaga Daniel. Sementara Jieqiong menemani Jonghyun ke luar kota karena suatu hal. Hanya ada dirinya, Minhyun, Seongwoo, dan Hyungseob di boarding house malam itu.

Ceklek~ Seongwoo membuka pintu kamarnya dan mendapati Sejeong tengah melamun seorang diri. Yeoja itu tengah merebahkan dirinya di sofa dengan kepala bersandar pada badan sofa, menengadah menatap langit langit ruangan. Seongwoo berjalan menghampirinya dan mematikan TV yang sejak tadi 'berbicara' sendiri.

"Eo?", kehadiran Seongwoo membuyarkan lamunan Sejeong. "Neo anjasseo?"

"Seharusnya aku yang bertanya begitu padamu", ujar Seongwoo. Namja itu duduk di samping Sejeong dan melakukan hal yang sama dengan yeoja itu.

"Aku tak bisa tidur", gumam Sejeong kembali menatap langit langit ruangan. "Hhh...kapan ini semua akan berakhir...na jincha himdeuro"

"Maja...nadu himdeuro....saking lelahnya bahkan aku tak punya bahan lagi untuk meledekmu", ledek Seongwoo.

Sejeong menoleh sebal pada Seongwoo. "Ya! ish...", sungutnya.

"Psh...kita jarang bertengkar lagi belakangan ini..neo jaemieobtda", sungut Seongwoo. Ia balas menoleh menatap yeoja itu. "Itu hal yang baik atau tidak menurutmu? kita jarang bertengkar lagi", tanya Seongwoo.

"Tch...molla", jawab Sejeong seadanya.

"Aigoo..neo jincha jaemi eobtda", sungut Seongwoo. Ia balik menatap langit langit ruang tamu dan keduanya terdiam sejenak.

"Ya Seongwoo-ya...", gumam Sejeong memecah keheningan di antara keduanya.

"Hm?", respon Seongwoo.

"Kau bilang...ayahmu buta..wae?", tanya Sejeong menoleh ke sisi kanannya, menatap Seongwoo.

Seongwoo menghela nafas pelan. "Geunyang....kecelakaan....sebuah insiden pernah menimpanya dan beberapa rekannya semasa muda dulu..."

"Kecelakaan? ottae?", tanya Sejeong lebih jauh.

"Molla...eomma dan appa selalu menghindar setiap kali aku bertanya hal itu", ujar Seongwoo muram. "Ia sudah seperti itu bahkan sejak aku lahir"

"Gurae?", Sejeong terdiam sejenak. Dalam hati ia merasa prihatin. "Himdeulji?", tanya Sejeong prihatin.

"Jo~kgeum..", jawab Seongwoo tersenyum getir. "Tentu saja berat bagiku dan ibuku di awal dulu....tapi kurasa ayahku lah yang merasa paling terbebani...bayangkan...ia yang 'menciptakan' diriku tapi ia tak pernah melihatku...ah...padahal aku begitu tampan...", ujar Seongwoo bercanda meskipun kegetiran terdengar jelas dari ucapannya.

"Ya...bagaimana bisa kau bercanda seperti itu tentang ayahmu", sungut Sejeong.

"Ah jincharo! aku berkata apa adanya...lagipula kenapa kau serius sekali sih...tsk...geundae uri appaga...beliau adalah seorang yang selalu positif...ia juga yang mendorongku untuk selalu berusaha dan pantang menyerah...", ujar Seongwoo. Namja itu lalu bercerita panjang lebar perihal kedua orangtuanya, hingga ia menyadari satu hal: Sejeong tak lagi merespon ceritanya. Ia menoleh ke sisi kirinya dan mendapati yeoja itu sudah tertidur pulas dengan posisi wajah yeoja itu menghadap ke arahnya. Ia tertidur ketika Seongwoo bercerita panjang lebar tentang keluarganya. "Ah...jincha...ia pikir curahan hatiku ini semacam dongeng pengantar tidur atau apa?", sungut Seongwoo. Ia terdiam sejenak menatap yeoja di sampingnya tersebut. Matanya tertuju pada satu titik di wajah yeoja itu. Namun ia lekas mengalihkan pandangannya ke arah lain. "Ah...musun saenggakhae? neo....jincha", gumam Seongwoo pada dirinya sendiri. Ia mencoba untuk terpejam, namun beberapa detik kemudian, ia kembali menoleh menatap Sejeong. Setelah pertengkaran hebat mereka beberapa hari yang lalu, ia merasa bahwa hubungannya dengan Sejeong semakin membaik dan ia merasa bahwa mereka semakin dekat belakangan ini.

Ya, ia memang sudah menyukai yeoja itu sejak awal. Tapi cukup sulit baginya untuk benar benar dekat dengan Sejeong karena yeoja itu tidaklah seriang Jieqiong atau Siyeon. Dulu yeoja itu selalu terlihat canggung jika berada di antara penghuni lainnya. Maka dari itu Seongwoo selalu meledeknya agar ia bisa sedikit lebih rileks, tanpa menyadari bahwa kebiasaan tersebut justru membuatnya tertarik pada yeoja itu. Tanpa disadarinya, ia bergerak perlahan mendekati yeoja itu. Ia mencoba menahannya, tapi ucapan Daniel beberapa hari yang lalu selalu terngiang di pikirannya. Alam bawah sadar Seongwoo membawanya mendekatkan wajahnya pada wajah Sejeong yang masih tertidur pulas, bahkan hingga hidung keduanya sudah saling bersentuhan. Jarak di antara wajah mereka sudah semakin dekat...hingga....CEKLEK~ terdengar suara pintu terbuka. Seongwoo refleks memejamkan matanya dan berpura pura tertidur selama beberapa saat. Hinggga suara pintu tertutup terdengar kembali. Ia mengintip sejenak. Rupanya Minhyun yang sejak sore tadi mengurung dirinya di dalam kamar, keluar sejenak dan masuk kembali ke dalam kamarnya. "Huffh....", gumam Seongwoo menghela nafas lega karena Minhyun tak melihat aksinya.

Seongwoo menoleh sekali lagi pada Sejeong. Ia dengan cepat mencium kening yeoja itu. "Hnggh~", Sejeong hampir saja terbangun karena aksi usilnya tersebut. "Pffthh...", gumamnya sambil meringis karena ia tak biasa melakukan hal seperti itu."Jalja~ Kim Sejeong", gumam Seongwoo tersipu malu seorang diri. Ia lalu mencoba memejamkan matanya namun senyum tak juga hilang dari wajahnya.

***

11.30 PM

Hujan turun cukup deras beberapa saat lalu, walau musim panas sudah memasuki periodenya. Jonghyun keluar dari kamar. Ia selalu kesulitan tidur dimalam hari, penyakit yang selalu diderita mereka yang terlalu banyak berfikir. Ia berjalan menuju dapur untuk mengambil segelas air. Dilihatnya pintu belakang dekat dapur rumahnya terbuka. Jonghyun berjalan mendekat, berniat menutup pintu tersebut, barangkali mereka semua lupa menutup pintu. Niat Jonghyun tertahan oleh sorot matanya yang menangkap sosok Jieqiong di teras kecil di luar pintu geser mentap ke arah tanaman-tanaman di pekarangan halaman belakang rumahnya. Tempat dimana ia banyak bermain bersama kakak dan kedua orang tuanya saat ia kecil dulu. Srekk.. Jonghyun akhirnya menggeser pintu tersebut, dan memilih untuk menghampiri Jieqiong. “Ehem” kode Jonghyun sebelum duduk disamping Jieqiong “Mwohae i sigan?”

Jieqiong tidak melirik ke arah Jonghyun sama sekali, tapi sentum tipis terlukis di wajah cantik gadis itu. Setidaknya senyum itu menciptakan suasana yang sedikit nyaman untuk Jonghyun “Jamianhwa”Jawab Jieqiong singkat.

“Gurae” Respon Jonghyun tak bisa menyembunyikan senyum nya, “Lalu apa yang akan kau lakukan disini? Sampai kapan kau akan berada disini?” Tanya Jonghyun cepat. Suaranya terdengar lucu .. ia sedikit memain-mainkan nada suaranya, layaknya bicara kepada anak kecil. Ia bertingkah manis, semenjak menjadi kekasih Jieqiong, ia memang menjadi seperti itu.

Jieqiong memandang Jonghyun untuk pertama kalinya semenjak 1 menit mereka disana bersama. Jonghyun terlihat sedikit hyper, mengingatkan dirinya pada saat dimana mereka berdua berada di dalam mobil sebelum peristiwa-peristiwa buruk menyapa mereka sebelumnya. Ia menyadari bahwa Jonghyun memang menyimpan hati kepadanya dari cara ia bertingkah saat berada di sampingnya. “Naega .. gerokhae joha?” Tanya Jieqiong.

“Psh” Senyum Jonghyun berdesis salah tingkah.. “Aihh hufh..” Eluh Jonghyun tanpa menghapuskan senyum lebar pada wajahnya. Jieqiong memperhatikan Jonghyun dengan seksama. Cerita sang ayah tentang kepribadian Jonghyun masih lekat di pikiran Jieqiong. Miris hati Jieqiong bercampur dengan kebahagian yang juga datang bersamaan. Ia menyentuh punggung tangan Jonghyun “Anapha?”

“Ani” Jawab Jonghyun cepat, secepat gerak telapak tangannya yang sigap segera berbalik meraih telapak tangan Jieqiong yang sebelumnya menyentuh punggung tangan Jonghyun. Ia menggenggam tangan Jieqiong tanpa meminta izin. “Johda” Ucapnya masih dengan nada suara yang sama.

“Neon.. jincha.. psh” Seru Jieqiong.

“Wae? Neodo johaji?” Sahut Jonghyun memilih untuk menyikapi semua itu dengan candaan.

Pipi Jieqiong menggembung sebal “Ne Ne Neeee!!! Joha” sungut Jieqiong agar Jonghyun puas. Ia tersenyum setelah itu. “Babo.. naui bugi”

“Naui? Naui???” Goda Jonghyun, sudut bibirnya tertarik semakin tinggi “Gurae gurae. Nan niko. Haha” Tawanya lebar. Dirangkulnya Jieqiong erat, Jonghyun mengarahkan kepala Jieqiong agar bersandar pada pundaknya. Keduanya menutup rapat mulut bibir mereka. Membiarkan angin bertiup menyapa wajah keduanya yang belum juga mengantuk meski waktu sudah larut.

“Ehem..”

Srukk.. srukk.. Jieqiong panik saat mendengar seseorang berdehem di belakang mereka. Ia semakin panik begitu mengetahui orang tersebut adalah Tuan Kim, ayah Jonghyun. Ia dan Jonghyun segera merenggangkan jarak diantara mereka. Jieqiong membungkuk kaku karena masih kaget dengan kedatangan Tuan Kim “A.. anyeonghaseyo” ujar Jieqiong terbata.

Sama halnya dengan Jonghyun. Tuan Kim tersenyum tenang, keduanya memiliki senyum yang serupa. “Kalian berdua belum tidur?” Tanya Tuan Kim. Tuan Kim duduk di samping Jonghyun, mata Tuan kim melihat lurus ke atas langit “Bayi kecil ku ku sudah dewasa sekarang” ujarnya. “Tapi appa lega, setidaknya kau memilih seseorang yang appa sarankan haha”

“Ne?” Seru Jieqiong kaget

“Mwoya appa” Tanggap Jonghyun malu. “Haha.. Dulu appa mengatakan pada ku bahwa ia ingin aku memiliki kekasih seperti Jieqiong, lalu aku mengatakan padanya bahwa aku memang menyukai mu, appa sempat memarahi ku saat ia tahu aku menjalin hubungan dengan gadis lain.. Ah~ Itu kebodohan terbesar yang pernah ku lakukan” Meski Jieqiong menjauh darinya saat sang ayah datang, saat ini tangan Jonghyun sudah kembali menggenggam tangan Jieiqong, dan menarik Jieqiong mendekat lagi.

Jieqiong menunduk, wajahnya memerah padam. Ia mencubit kecil tangan Jonghyun agar tidak menggenggam nya dihadapan Tuan Kim, tapi Jonghyun justru menggoda Jieiqong dengan tatapannya, membuat Jieqiong menjadi salah tingkah dan memilih pasrah.

Tuan Kim mengalihkan pandangannya pada Jonghyun dan Jieqiong, ia merasa lega melihat Jonghyun bersama dengan seseorang yang anak nya itu inginkan. Setidaknya ia melihat Jonghyun untuk pertama kalinya berniat memiliki sesuatu dan menjaganya dengan baik, Anaknya sudah tumbuh dewasa tampa pengawasannya, tapi ia bahagia karena perubahan yang ia lihat ke arah yang positif.

Jonghyun teringat bahwa ia dan Sang ayah memiliki pembicaraan yang masih tertunda tadi. “Ah.. Appa, apa kau sudah mengantuk? Apa appa tidak keberatan untuk melanjutkan cerita appa tentang Tuan Hwang dan Seongwoo serta Tuan Moonsung?” Tanya Jonghyun.

“Ah .. tentang hal itu, tunggu disini sebentar” Ujar Tuan Kim. Ia masuk ke dalam rumah untuk mengambil sesuatu, tak lama ia masuk ke dalam, ia kembali ke luar setelah itu membawa sebuah kotak yang nampaknya sudah cukup tua. Tuan Kim duduk di tempat yangs ama dengan ia duduk sebelumnya. Dikeluarkannya selembar foto, dimana terdapat beberapa orang namja didalam nya.

Jonghyun mengambil foto yang diberikan oleh sang ayah. Ia memperhatikannya sekilas, kemudian meberikan pada Jieqiong yang juga ingin melihat foto tersebut. “Foto ini seperti foto lama appa” ujarnya memperhatikan sang ayah menjelaskan dibanding terfokus pada foto tersebut.

“Kau benar nak” Jawab Tuan Kim yang bernama lengkap Kim Jongyeo itu.  “Itu adalah foto anak-anak yang tinggal di Boarding House milik Tuan Hwang 20 tahun lalu, aku dan Moonsung termasuk didalamnya” Jelas Tuan Kim.

“Ah..” Seru Jieqiong “Apa kalian berdua yang berdiri di sisi paling kanan dan paling kiri?” Tanya Jieqiong kaget karena suatu hal. Tuan Kim mengangguk membenarkan dugaan  Jieqiong “Daebak.. Wajah kalian mirip sekali dengan Jonghyun dan Seongwoo, aku bahkan bisa mengenali meski foto ini tidak terlalu jelas”

“Ah Jincha?” Jonghyun melihat foto itu sekali lagi bersama dengan Jieqiong. Ia tersenyum kecil “Wajah ku ini seperti sudah keturunan sekali, Seongwoo juga”

Tuan Kim tertawa singkat karena ucapan anaknya “Bersyukurlah, kau tampan karena keturunan appa mu ini, hahaha”

“Padahal aku baru mau protes karena aku kurang tampan” Gerutu Jonghyun bernada canda, ia mendapat sebuah pukulan dari sang ayah, Pakk “Aw..” keduanya tertawa setelah itu “Hahaha”

“Abonim, apa Tuan Hwang sudah cukup tua saat itu? Sepertinya saat ini saja usia Tuan Hwang belum sampai 60, tapi ia sudah memiliki Boarding House sejak dulu?” Tanya Jieqiong penasaran.

“Tidak juga.. Usia nya dan usia kami saat itu hanya terpaut beberapa tahun saja. Dibanding seorang pemilik Boarding House, ia lebih kami anggap seperti teman. Ia sosok yang ceria dan sering membantu kami, ia bahkan tidak pernah protes saat diantara kami telat membayar uang sewa.. walau seperti itu.. ia memiliki banyak rahasia yang juga ia tutupi dari kami” Cerita Tuan Kim merubah ekspresinya menjadi lebih serius.

“Rahasia?” Jonghyun mengerutkan kening dan memicingkan mata.

Tuan Kim mengangguk “Ne, saat awal kami semua masuk ke dalam Boarding House, semua berjalan baik. Tapi pada tahun ketiga kami disana suasana mulai berubah. Setiap hari, terutama malam hari.. beberapa Orang seperti mengawasi Boarding House dari luar .. mereka memperhatikan gerak gerik kami semua yang tinggal disana. Aku sendiri sudah menikah dan kakka mu sudah lahir saat itu, aku memang menikah di usia muda. Tapi aku meninggalkan Ibu dan juga kakak mu di gangwondo demi merintis bisnis ku, Minhyun hyung banyak membantu ku” Tuan Kim melihat ke atas langit sambil terus bercerita, berusaha mengungat lebih jelas kejadian yang sudah cukup lama terjadi “Sebelumnya, terdapat 3 orang yeoja dan 5 Orang namja di dalam sana. Seperti foto tersebut. Aku, Ong Moonsung, Yoo Wonho, Kang Dongha, dan yang berdiri di tengah Itu adalah Kim Taehyung dengan Sang Istri, Kim Jeonghee. Mereka sudah memiliki seorang putra kira kira berusia empat bulan saat itu. Mereka berniat membeli rumah setelah menikah, tapi Taehyun belum miliki cukup uang saat itu, kebetulan Minyung hyung menawarkan tempat tinggal di boarding House. 2 orang yeoja lagi bernama Xiauyin dan Mendiang Nam SooA”

“Mendiang?” Pekik Jonghyun dan Jieqiong bersamaan.

“Sebuah kejadian buruk menimpa kami semua.” Semakin buruk raut wajah Tuan Kim .. nampak sebuah luka terbuka di hatinya saat menceritakan kembali hal ini kepada mereka. Tuan Kim berhenti berbicara sesaat “Hhh~” tedengar ia menghela nafas dalam-dalam. “Tanpa alasan yang jelas juga tanpa sepengatuhan kami smua, Dongha dan Xiauyin meninggalkan Boarding House begitu saja. Mereka tidak kembali sampai 1 minggu lamanya. Tak seorang pun bisa mengontak mereka. Terakhir kali aku dan Moonsung melihat mereka, mereka berbicara dengan orang-orang yang selama beberapa bulan terakhir mengawasi Boarding House. Karena itu kami juga curiga bahwa kepergian tiba-tiba mereka ada hubungannya dengan semua itu.. Sampai.. datang suatu malam..” Sekali lagi Tuan Kim menghela nafas semakin dalam. “Dimana Orang asing memasuki Boarding House, saat itu Kebetulan Aku, Minhyun Hyung dan Wonho sedang pergi keluar untuk membeli makanan. Saat kami kembali… suara pecahan kaca dan barang-barang seperti terbanting terdengar begitu kecang .. Sesaat setelahnya Sosok Taehyung terlihat berlari mengejar sosok asing dengan sekujur tubuh tertutup rapat oleh pakaian dan jaket berawarna merah tua .. Sontak Minhyun hyung dan Wonho ikut berlari mengejar, sementara konsentrasi ku terpecah karena aku juga mendengar suara teriakan dari dalam Boarding House… Hhhhhh”

Jonghyun dan Jieqiong tidak melepaskan pandangan mereka sedetik pun dari sosok Tuan Kim.

***

Seoul 1996

PRANGGGGG PRANGGG!!! Suara pecahan kaca juga benda-banda lain terdengar kencang dari dalam Boarding House. Minhyun, Wonho dan Jongyeo sontak keluar dari dalam mobil, mereka bahkan meninggalkan kunci mobil tetap pada tempatnya saking paniknya mereka. “Hyung, woya ige?” Tanya Wonho panik.

“Nado molla, Kita lihat ke dalam” Ajak Minhyun berlari lebih dahulu..

DRUKK DRUKKK DRUKKKKK…..  2 orang namja berlari keluar Boarding House. Seorang diantara mereka adalah Kim Taehyung, salah satu penghuni boarding House, dan seorang lainnya merupakan sosok misterius yang mengenakan pakaian yang menutupi hingga seluruh bagian kepala juga menutupi wajah dengan masker. “Taehyung-a!” Seru Wonho tanpa pikir panjang ikut berlari mengejar Taehyung.

“AAAAAA!!!! HIKSSS” Minhyun dan Jongyeo membatu sesaat mendengar suara teriakan yang sertinya berasal lebih dari satu orang tersebut. “Jongyeo-a periksa ke dalam, Hyung akan mengejar mereka”

Belum kering bibir Minhyun berucap…. Di depan mata mereka … SHUUTTTTTT…. BRUUMMM.. DUAAKKKKK!!!!! Sebuah mobil melaju kencang menghantam tubuh Taehyung yang juga hampir menyambar Wonho, namun gagal.. Namja yang tadi di kejar oleh Wonho dan Taehyung pun masuk ke dalam mobil tanpa plat tersebut. Mobil tadi kemudian kembali melaju meninggalkan tempat tersebut.

“Hh.. Hyung” Ujar Jongyeo ..

“Masuklah ke dalam. JIGEUM!!!” perintah Minhyun lalu berlari menghampiri Wonho dan Taehyung yang kini sudah tergeletak di tenga jalan sana.

“Araseo Hyung” Jawab Jongyeo berusaha fokus meski kakinya sudah gemetar melihat kondisi di sana. Jongyeo berlari kedalam. Matanya membelalak melihat kondisi berantakan hampir di seluruh bagian  Boarding House. Tidak bnyak waktu yang bisa ia buang untuk terkejut, suara teriakan dan tangisan semakin keras terdengar, ia harus cepat. Jongyeo berlari hingga ke ruang tengah. Disana beberapa temannya berkumpul. Suara teriakan ternyata berasal dari Moonsung yang sudah tergeletak di lantai memegangi kedua matanya. Ong Moonseong, namja yang dikenal paling berisik di boarding house itu kini menahan sakit yang luar biasa. “Moonsung-a!!!!!” Seru Jongyeo, keduanya begitu dekat, mereka biasanya selalu pergi berdua, namun malam itu Moonsung mengatakan ia kurangenak badan, sehingga Jongyeo dan Minhyun akhirnya mengajak Wonho untuk pergi.

 

Tangis kejar terdengar kencang dari bayi di tangan Jeonghee, ia adalah anak dari Jeonghee dan Taehyung yang baru saja lahir beberapa bulan lalu. Sang Ibu  juga menangis sesak disamping Moonsung “Mianhaeee.. hiksss.. hiksss Mianhaeee” Sosok yeoja lainnya berada di dekat tangga dengan kondisi mengenaskan. Jongeyo tak tahu lagi apa yang harus ia lakukan lebih dahulu selalin menelpon ambulance agar segera datang.

“Jeonghee-a Apa yang terjadi? Jeonghee-aa!!” Pekik Jongyeo meminta penjelasan, namun tak sedikitpun penjelasan didapatkan olehnya. Ia mengurus Moonsung disana “Moonsung-a Bertahanlah!! Ambulance akan datang.. apa yang bisa ku lakukan.. ? Apa yang harus ku lakukann?”

“AAAAA!!!! MATA KU!!! AAAAAA!!” Rintih Ong Moonsung.

“Moonsung-a bertahanlah” Pinta Jongyeo sulit menjelaskan seberapa rumit pikirannya saat ini. Jongyeo berlari ke arah tangga dimana Nam SooA tergeletak tak berdaya “SooA-a!! Nam SooA.. Jawab Aku.. Nam SooA!!!” Jongyeo melepas kemeja yang ia kenakan, Ia meletakkan kemeja tersebut di belakang kepala SooA untuk menahan agar darah berhenti keluar dari sana.

SooA membuka mata sayu.. “Jong… yeo-a.. ugh..”

“SooA-a.. bertahanlah” Pinta Jongyeo dengan sepenuh hatinya. “Aku akan menyelamatkan mu”

Darah dan air mata di pipi SooA bercampur. Dengan gerak yang sudah terbatas, SooA melepaskan sebuah cincin di jari manisnya, dan meletakkan cincin tersebut di tangan Jongyeo. Sontak Jongyeo menggelengkan kepala, ia mengerti maksud SooA. “Andwee.. Kau harus bertahan, kau pasti bisa bertahan”

Senyum di wajah SooA terukir “Ughh.!.. W.. Wonho.. ughh.. hhh.. Ia.. harus bisa melupakan ku.. hhh.. pastikan.. ia.. ughh.. h akan menikah kelak.. hhhhh hiks.. berjanjilah pada ku.. hhh Jongyeo-a” Pinta SooA terputus-putus seiring dengan deru nafasnya. Wonho dan SooA baru saja bertunangan 2 hari lalu, mereka berniat melangsungkan pernikahan tahun depan setelah Wonho menyelesaikan kuliahnya.

Permintaan tersebut adalah permintaan terakhir SooA, Nam SooA, gadis cantik itu menghembuskan nafas terakhirnya detik itu juga. Jongyeo(Jonghyun’s father) adalah orang terkahir yang berada bersamanya.

***

2017

CURRENT TIME

Gangwondo To Seoul

Jonghyun tidak bisa menutup mata setelah mendengar  cerita sang ayah tentang kejadian yang terjadi kurang lebih 20 tahun lalu yang dialami oleh Tuan Hwang juga penghuni Boarding House milik Tuan Hwang terdahulu. Saat ini Karena sebuah alasan mendesak, Jonghyun, Jieqiong juga Youngmin dan Donghyun harus segera kembali ke Seoul. Jam 4 pagi mereka berangkat dari Gangwondo. Suasana Pagi itu sepi tidak seperti saat mereka berangkat menuju Gangwondo. Pembuat onar, Donghyun tertidur. Youngmin menyetir. Sedangkan Jonghyun, Cerita sang ayah terus tergiang di kepala Jonghyun.

Polisi tidak mengusut lanjut kasus kami, mereka hanya mengatakan bahwa kasus itu adalah murni kasus pencurian. Kami mencoba bertanya pada Minhyun hyung, tapi ia hanya meminta maaf dan meminta sebaiknya kami semua pergi jauh dari Seoul, begitu juga dengan Minhyun Hyung. Semenjak itu kami semua kehilangan Kontak. Hanya aku dan Moonsung yang masih saling berhubungan. Moonsung kehilangan penglihatannya, meski tidak seluruhnya karena kejadian malam itu, ia menikah dan memiliki seorang anak.. anak itu adalah Seongwoo. Minhyun hyung terus mengirimkan sejumlah uang untuk masing-masing dari kami. Ia tidak pernah meninggalkan kami. Ia membiayai pengobatan Moonsung. 3 tahun lalu kami bertemu dengannya. Kami mengatakan bahwa anak kami sudah bernjak dewasa dan bersikeras untuk mengenyam pendidikan di Seoul. Minhyun hyung mengatakan bahwa ia akan menyediakan Boarding House untuk mu dan Seongwoo, demi keamanan kalian, ia sengaja tinggal di tempat yang berbeda, bukan did alam Boarding House. Ia ingin memastikan kalian tidak terlibat apapun, ia murni hanya ingin membantu. Namun.. nampaknya orang-orang yang dulu mengejarnya tidak juga puas.. Aku takut semua yang terjadi pada kalian berhubungan dengan semua ini. Jonghyun-a.. jika kondisi semakin buruk, berjanjilah kepada ku kau akan pulang ke Gangwondo.. kau harus menyakinkan teman-teman mu untuk meninggalkan Boarding House sebelum korban lain akan berjatuhan Kim Jongyeo.

Jieqiong berkali-kali melirik Jonghyun. Di tangannya ia masih memegang foto yang diberikan oleh Kim Jongyeo, ayah Jonghyun. Ia menemukan sebuah keanehan disana, ia ingin membahasnya dengan Jonghyun, tapi semenjak semalam Jonghyun tidak sama sekali berbicara. Jieqiong mencoba memaklumi, rahasia yang baru saja dibongkar oleh sang ayah pasti membuat Jonghyun banyak berfikir, sesungguhnya hal tersbeut juga sedikit membebani Jieqiong, mereka tidak tahu bahwa masalah yang terjadi selama ini ternyata adalah masalah serius yang mungkin bisa menjadi semakin serius kelak. Jieqiong mendekatkan foto tersebut ke wajahnya “Wae I Yeojaga… ahh. Andwe..” gerutu Jieqiong pelan. Ia semakin merasa yakin bahwa wajah seorang wanita di foto itu sangat mirip dengan seseorang yang begitu dikenalnya “Solma….”

***

The Next Day, 6. 10 AM.

Boarding House

Suasana boarding house masih begitu sepi karena anak anak masih tertidur pulas terkecuali, Hwang Minhyun. Ia diam diam keluar dari dalam kamarnya. Namun langkahnya terhenti ketika menyadari bahwa Seongwoo masih tertidur pulas di sofa. Minhyun menoleh ke sekitarnya dan tak ada siapapun di sana. Namja itu keluar diam diam dari dalam rumah pagi itu.

** TO BE CONTINUED **


Tags:
Komentar
RECENT FAN FICTION
“KANG MAS” YEOJA
Posted Rabu,16 Juni 2021 at 09:31
Posted Senin,20 April 2020 at 22:58
Posted Sabtu,20 Juli 2019 at 23:42
Posted Sabtu,20 Juli 2019 at 13:08
Posted Sabtu,20 Juli 2019 at 13:07
Posted Sabtu,20 Juli 2019 at 13:07
Posted Sabtu,20 Juli 2019 at 13:06
Posted Sabtu,20 Juli 2019 at 13:06
FAVOURITE TAG
ARCHIVES