Dreamland
>
Berita
>
Article

Sejumlah Pihak Mendesak Jokowi, Perppu Social Distancing Justru Dianggap Menyia-nyiakan Waktu?

23 Maret 2020 21:00 | 903 hits

DREAMERS.ID - Sejumlah pihak meminta Presiden Joko Widodo untuk membentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang atau Perppu terkait Social Distancing. Karena mengingat banyak masyarakat yang masih belum sadar pentingnya menjaga jarak untuk menekan penyebaran virus corona.

Karena itu dinilai dibutuhkan peraturan tegas terkait hukum bagi yang masih melanggar social distancing. Namun ahli perundangan Dr Bayu Dwi Angono mengatakan hal itu tidak harus dipenuhi. Alasannya, karena dianggap menyita energi dan waktu yang sebenarnya bisa lebih fokus pada penanganan UU yang sudah ada soal kekarantinaan.

"Hal ini mengingat aturan perundang-undangan Indonesia dalam rangka mencegah dan menanggulangi bencana non alam akibat wabah penyakit sudah lengkap sehingga tidak perlu membuat Perppu," kata Bayu.

"Ketimbang menyita waktu menyiapkan Perppu dan menyita energi menghadapi perdebatan publik atas pembentukan Perppu ini maka pemerintah lebih baik terus fokus bekerja berdasarkan UU yang ada yaitu UU 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan UU 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana," sambungnya lagi.

Mengenai aturan bagaimana social distancing (pembatasan sosial) dilaksanakan termasuk sanksi bagi yang melanggar sudah jelas diatur dalam UU 6/2018 yaitu di Pasal 9 ayat (1) Pasal 49 ayat (1), Pasal 59 ayat (3) dan Pasal 93:

Pasal 9 Ayat (1):

Setiap Orang wajib mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan.

Pasal 49 ayat (1):

Dalam rangka melakukan tindakan mitigasi faktor risiko di wilayah pada situasi Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dilakukan Karantina Rumah, Karantina Wilayah, Karantina Rumah Sakit, atau pembatasan Sosial Berskala Besar oleh pejabat Karantina Kesehatan.

Pasal 59 ayat (3):

Baca juga: Pakar Singgung Indonesia Punya ‘Super Immunity’ Soal Infeksi Corona Dibanding Singapura

Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:

a. peliburan sekolah dan tempat kerja;
b. pembatasan kegiatan keagamaan; dan/atau
c. pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.

Pasal 93:

Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

"Jika sampai saat ini ternyata belum dilakukan penegakan hukum oleh pemerintah atas pelanggaran sosial distancing tersebut maka tentu terdapat pertimbangan yang mendasarinya," ujar Bayu.

"Tindakan pemerintah untuk memilih melakukan edukasi terlebih dahulu sambil terus melakukan tindakan konkret dalam penanggulangan wabah Covid-19 merupakan pilihan kebijakan yang bisa dipahami," cetus Bayu.

"Namun demikian demi kebaikan bersama warga masyarakat hendaknya juga dapat mendukung pemerintah untuk mematuhi kebijakan pembatasan sosial ini. Meskipun pemerintah saat ini belum menerapkan sanksi pidana atas kebijakan pembatasan sosial ini,hal tersebut jangan kemudian jadi alasan warga untuk tidak mematuhinya. Mengingat ketaatan hukum warga negara seharusnya bukan karena ada atau tidak ada sanksi pidana yang menyertai melainkan karena aturan hukum tersebut kita rasakan memang membawa manfaat sehingga harus kita patuhi," pungkasnya lagi.

Sebelumnya, pemerintah telah menyerukan himbauan social distancing karena penyebaran COVID-19 yang semakin parah. Namun tetap saja banyak warga yang tak patuh, bahkan tetap berkerumun. Karena itu, Presiden Jokowi didesak menerbitkan Perppu Karantina Kesehatan yang di dalamnya mengatur social distancing.

"Menurut saya, pemerintah daerah bisa menggunakan diskresinya melalui polisi pamong praja bersama polisi melakukan tindakan memaksa dalam konteks penegakan ketertiban umum dalam situasi Tanggap Darurat Wabah Corrona. Tindakan ini bisa dilakukan jika lockdown tidak dilakukan," kata Pakar Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar saat dihubungi Minggu (22/3).

(rei)

Komentar
RECENT ARTICLE
MOST POPULAR
BACK TO DREAMLAND | TOP | View Desktop Version
CONTACT US
Dreamers.id
dreamersradio