DREAMERS.ID - Puluhan ribu pasien tuberkulosis (TBC) dikabarkan berhenti mengonsumsi obat karena pandemi virus corona. Hal ini juga sampaikan oleh Wiendra Waworuntu selaku Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan, yang menyatakan penurunan pasien TBC yang datang ke rumah sakit untuk berobat.
“Kalau di angka, kita bisa lihat (pengobatan) yang menurun drastis itu di bulan Mei. Jadi, Maret, kan, awalnya (pandemi). Maret itu masih lumayan yang berobat (pasien TBC). Tapi, di Mei itu sudah drastis menurun, cuma sekitar 3.400-an yang datang ke layanan kesehatan”, ujar Wiendra dalam talk show BNPB, dikutip dari CNN.
Menurut Wiendra, jumlah 3.400-an pasien TBC yang berobat itu jauh dari target Kementerian Kesehatan. Estimasi Kementerian Kesehatan saat ini terdapat 845 ribu pasien TBC di Indonesia, dan yang sudah terdata mencapai 69 persen atau sekitar 540 ribu orang.
“Biasanya, harusnya itu setiap bulan sekitar 50 ribu. Sekarang, kalau kita lihat angka, saya juga takut karena cuma 3 ribu-an”, kata Wiendra.
Wiendra menjelaskan, beberapa alasan mengapa pasien TBC memilih untuk tidak berobat di masa pandemi adalah mereka takut tertular virus corona, dan fasilitas kesehatan yang takut untuk melayani pasien TBC.
Sedangkan, penyembuhan TBC dapat dilakukan dengan meminum obat secara rutin dan teratur selama enam bulan. Jika berhenti atau putus obat, pengobatan harus diulangi kembali dan dapat menimbulkan risiko berupa resisten obat atau dikenal dengan TBC resistan obat (RO).
Berbeda dengan TBC biasa, TBC RO harus mendapatkan pengobatan rutin selama dua tahun dengan kandungan dan dosis obat yang lebih tinggi. Hal ini dapat berdampak pada penurunan kualitas hidup pasien TBC dan juga meningkatnya angka penularan.
Pasien TBC diminta untuk tidak takut berobat karena fasilitas layanan kesehatan saat ini telah menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Pasien TBC juga harus mengonsumsi obat-obatan secara rutin agar tidak menularkan bakteri yang dapat menginfeksi orang lain.
(Rie127)