DREAMERS.ID - Bencana alam tsunami Palu masih menyisakan tanda tanya dan penelitian mendalam di kalangan para ahli. Karena tsunami ini tergolong tiba sangat cepat dalam hitungan menit setelah gempa dengan mekanisme sesar geser yang memang telah lama menarik perhatian para peneliti.
Melansir Kompas, tsunami Teluk Palu, Sulawesi Tengah disimpulkan oleh sejumlah peneliti luar negeri jika penyebabnya adalah longsor bawah laut. Kajian ini pun telah dipublikasikan di jurnal Geophysical Research Letters.
”Ini adalah contoh penting dari ilmu pengetahuan warga,” kata ahli geofisika Jennifer Haase di Scripps Institution of Oceanography di La Jolla, California, yang memimpin penelitian ini, seperti ditulis Nature pada Kamis (16/5), via Kompas.
Dalam kajian itu pn disebutkan, jika tsunami yang terjadi pada 28 September 2018 itu sangat mengejutkan lantaran terjadi sangat cepat dengan ketinggian 2-8 meter. Disebabkan oleh gempa bumi berkekuatan M 7.5 SR yang mekanisme sesar gesernya berpusat di daratan.
Padahal selama ini, mekanisme sesar geser diketahui tidak akan menyebabkan tsunami tinggi. Mekanisme tsunami tak lazim ini lah yang menyebabkan kekliruan peringatan dini tsunami.
Baca juga: Update 48 Orang Tewas Akibat Gempa Potensi Tsunami Jeoang, Bagaimana Nasib WNI Di Sana?
Data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika menunjukkan, sekitar lima menit setelah gempa telah dikeluarkan peringatan dini tsunami 1 dengan level tertinggi Siaga di Donggala Barat dengan estimasi ketinggian gelombang tsunami 0,58 meter dan estimasi waktu tiba pukul 17.22.43 atau sekitar 22 menit setelah gempa. Sementara di Kota Palu, statusnya Waspada dengan ketinggian tsunami sekitar 36 cm. Ketinggian tsunami yang diperkirakan ini jauh lebih rendah dibandingkan yang kemudian terjadi.Sebenarnya banyak peneliti tsunami menduga jika gempa telah memicu tanah longsor di Teluk Palu, namun hipotesis ini tidak didukung data memadai karena Indonesia tidak memiliki banyak alat pengukur pasang surut untuk mengetahui dengan presisi waktu tiba tsunami.
Hal ini yang mendorong Haase dan timnya pergi mencari sumber informasi lain. ”Kami mulai melihat berbagai platform media sosial, seperti Youtube, Twitter, Facebook, Instagram,” kata Matías Carvajal, seismolog dari Millennium Nucleus the Seismic Cycle along Subduction Zones, Chile, yang turut dalam kajian ini.
Para peneliti ini menemukan 38 video amatir dan kamera pengintaiyang mendokumentasikan tsunami Palu. Mereka kemudian menentukan lokasi video pada peta untuk kemudian merekonstruksi bagaimana tsunami bergerak melalui Teluk Palu.
Sekalipun memberikan perspektif baru, kajian ini dinilai belum menjawab sepenuhnya mekanisme tsunami di seluruh Teluk Palu. ”Mekanisme longsor bawah laut belum bisa menjelaskan fenomena tsunami yang terjadi di daerah Wani dan Pantoloan,” kata Ketua Ikatan Ahli Tsunami Indonesia Gegar Prasetya.
Dengan adanya mekanisme tsunami semacam ini, edukasi masyarakat untuk evakuasi mandiri menjadi sangat penting tanpa harus menunggu peringatan dini tsunami yang bisa jadi datang terlambat. Namun harus menjadikan guncangan gempa sebagai tanda untuk segera menjauh dari pantai.
(rei)