DREAMERS.ID - Persaingan ketat terjadi antara Hillary Clinton, calon Presiden AS dari Partai Demokrat dengan calon Partai Republik, Donald Trump. Dalam pemilihan orang nomor satu di Amerika Serikat, mereka kerap kali terlibat adu argumen bahkan saling sindir secara verbal atau pun di sosial media.
Hal tersebut ternyata dianggap Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) John Kerry sebagai proses pemilu yang memalukan. Kerry mengatakanya saat mendapat kesempatan berkunjung ke London, Inggris dan bertemu dengan Walikota London Sadiq Khan.
Melansir AFP, sebagai menlu selama Pemilu AS berlangsung dirinya harus bekerja keras karena menjelaskan arah kebijakan Amerika untuk ke depannya. “Aku harus memberitahu kalian, kalau pemilu ini benar-benar memalukan. Pemilu ini sangat sulit untuk memberikan persepsi negara AS ke luar negeri,” ujarnya pada Selasa (1/11).
Baca juga: 'Chained to the Rhythm' Selamatkan Katy Perry dari Depresi Pasca Pemilu Presiden AS?
Kerry pun mengakui kalau saat ini perdebatan antara kedua calon presiden nampaknya sudah tak lagi fokus pada tujuan utama. "Aku tidak pernah membayangkan perdebatan mereka (Capres AS) sudah tidak lagi fokus," terang Kerry.Ia juga menjelaskan bagaimana pemilihan presiden telah menghambat pekerjaannya sebagai Menlu saat bertemu rekan-rekan dari seluruh dunia, “Cara mereka (Capres) membuatku sulit, ketika kamu duduk dengan beberapa menteri luar negeri di negara lain, atau dengan presiden bahkan perdana menteri negara lain, dan kamu seperti mengatakan, "Hei, kami benar-benar ingin kamu untuk bergerak lebih demokrasi", lantas mereka melihatmu... mereka tampak sopan, tetapi kamu bisa melihat ada pertanyaan besar di kepala mereka dan mata serta ekspresi mereka. Sangat sulit.”
Seperti diketahui, pemilihan presiden AS akan digelar pada 8 November mendatang. Sejumlah sekolah di negara bagian di Amerika Serikat (AS) kabarnya akan diliburkan, hal tersebut dilakukan karena adanya kekhawatiran terjadinya kekerasan saat pilpres AS mendatang. Mengingat Pilpres tahun ini penuh perdebatan dan ancaman, terutama dari pendukung capres Partai Republik, Donald Trump.
(dits)