DREAMERS.ID - Hasil riset Warsito P. Taruno tentang penyembuhan kanker dengan teknologi baru, mengundang kontroversi. Alat yang dia kembangkan tersebut, ternyata berhasil membersihkan sel-sel kanker yang ada di tubuh pasien.
Tentu saja, ini menjadi ancaman bagi sekelompok orang yang tak suka dengan terobosannya ini. Yang lebih mirisnya lagi, ternyata Kementerian Kesehatan (Kemenkes) beberapa waktu lalu menyuruh menghentikan kegiatan pengembangan riset Warsito. Alhasil, lulusan Jepang itu berkeluh kesah di laman akun Facebook pribadinya.
Jika ditelisik lebih jauh, alat yang dikembangkannya bukanlah alat sembarang. Sebelumnya, alat itu berasal dari kajian risetnya selama 15 tahun lamanya yang kemudian diimplementasikan dengan menciptakan alat medis bagi penderita kanker.
Namun, nampaknya negeri ini belum siap dengan terobosan baru. Di Indonesia sempat disuruh dihentikan oleh Kemenkes, tapi pada acara The 19th Annual Meeting of The Society of Biotherapeutic Approach, Tokyo University of Science, Sabtu 5 Desember 2015 malah disambut hangat. Sekadar informasi, perkumpulan ilmuwan ini bertujuan memfasilitasi diskusi ilmiah antara klinisi dan peneliti ilmu dasar, serta memaparkan temuan-temuan dari uji klinis terbaru.
"Kami menyampaikan hasil riset ECCT pada kultur sel dan uji hewan kanker payudara MCF-7. ECCT menyebabkan penyusutan massa tumor dengan efektivitas hingga 67-90 persen,"ujar Firman Alamsyah, PhD, ahli biologi molekuler lulusan Tokyo University tentang hasil riset in vitro yang difasilitasi oleh Pusat Studi Satwa Primata Institut Pertanian Bogor dan in vivo yang difasilitasi oleh Bimana Indomedical dalam keterangan resmi, Senin (7/12).
Firman menambahkan hasil penelitian pilot pada hewan coba mencit, 12 jam sehari selama 2 minggu tidak menunjukkan perubahan histopatologis pada jaringan payudara normal dan tidak ada perubahan kadar hemogblobin.
"Hasil studi kami sejauh ini, ECCT efektif membunuh sel kanker dan aman terhadap sel normal," kata Firman yang mengepalai Laboratorium Biofisika CTECH Labs Edwar Teknologi. Studi in vitro dan in vivo ECCT ini menjadi satu-satunya presentasi akademis dari Indonesia.
Hasil riset ini sebelumnya juga telah dipresentasikan pada Pontianak International Conference on Advance Pharmaceutical Science and Annual Symposium of Indonesian Society for Cancer Chemoprevention (PICAPS) di Universitas Tanjungpura, pada 16 September 2015.
Sementara itu, seorang dokter yang sedang melakukan uji klinis ECCT di Osaka, dr Toshio Inui menyampaikan ECCT mempunyai potensi membantu memperpanjang hidup pasien stadium lanjut yg sudah masuk paliatif.
"Contohnya kasus yg paling lama kita tangani menggunakan ECCT dikombinasi dengan imunoterapi GcMAF adalah kasus paru-paru yg sudah melebihi 1.5 tahun masih bertahan dalam kondisi baik," ujar dr Inui disela pertemuan yang dihadiri 80 peneliti dan praktisi medis utamanya kanker tersebut.