DREAMERS.ID - Sudah sebulan lebih serangan Israel ke Gaza, Palestina terjadi dan menelan puluhan ribu korban hingga detik ini. Terdapat sebuah cerita pilu dari petugas mengkafani jenazah korban di Gaza terkait kesehariannya kini.
Abu Saher al-Maghari yang bertugas merawat jenazah di Rumah Sakit Martir Al-Aqsa, mengatakan ia melihat kengerian yang luar biasa setiap harinya. Namun ia berkeyakinan kuat jika anggota keluarga yang ditinggalkan memiliki hak untuk mengucapkan selamat tinggal yang layak untuk orang yang mereka cintai.
Melansir Tempo, Al-Maghari mengatakan sambil mulai menangis jika beberapa kali gelombang besar jenazah datang dengan mayoritas kondisi sudah tidak utuh. Pengalamannya selama 15 tahun dianggap tidak apa-apanya dibandingkan selama sebulan terakhir ini.
“Saya belum pernah mengalami masa sulit seperti ini dalam hidup saya,” kata al-Maghari sambil menyeka air mata.
“Selama bertahun-tahun bekerja, saya mengkafani 30 hingga maksimum 50 jasad akibat kematian alami setiap hari. Dan dalam kasus eskalasi militer Israel sebelumnya, jumlahnya mungkin mencapai sekitar 60 jasad,” kenangnya.
“Sebagian besar jenazah tiba di rumah sakit dalam kondisi sangat buruk,” kata al-Maghari. “Anggota tubuh robek, memar parah dan luka dalam di sekujur tubuh. Saya belum pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya.”
Baca juga: Anak-anak di Gaza Alami Malnutrisi Parah, Sampai Tak Punya Tenaga Untuk Menangis!
Kini, ia bisa mengkafani sekitar 100 jezan per harinya, bahkan pernah sampai 200 jenazah per hari tergantung dari intensitas serangan yang terjadi. Selama 36 hari ini, lebih dari 11.000 warga Palestina tewas dalam serangan Israel di Jalur Gaza, di antaranya adalah 4.500 anak.“Yang paling menyedihkan bagi saya adalah mengkafani anak-anak,” kata al-Maghari. “Hati saya hancur saat saya mengumpulkan anggota badan anak-anak yang terpotong-potong dan memasukkannya ke dalam satu kain kafan. Apa yang telah mereka lakukan?”
“Saya memulai hari dengan mengkafani jenazah dari jam enam pagi sampai jam delapan malam tanpa henti,” ujar Al-Maghari kepada Al Jazeera usai mencuri waktu sejenak untuk salat Ashar.
Al-Maghari mengatakan jika kondisi jenazah banyak yang telah membusuk karena berhari-hari terkurung di bawah reruntuhan bangunan yang dibom. Luka-luka yang terlihat juga sangat asing baginya sehingga ia bertanya-tanya apakah sifat rudal dan bahan peledak yang digunakan dalam serangan ini berbeda dari yang pernah terjadi sebelumnya.
“Misi saya memberi saya tantangan besar,” katanya. “Orang tua di luar menjadi gila karena kesedihan mereka, berteriak dan menangis untuk anak mereka. Jadi saya mencoba untuk berbelas kasih semampu saya dan berusaha membuat jasad anak-anak mereka terlihat rapi sehingga mereka bisa mengucapkan selamat tinggal.”
“Momen perpisahan terakhir ini selalu memilukan dan kejam,” ujarnya. “Kadang-kadang saya menerima jenazah yang tidak memiliki ciri-ciri, karena pecahan peluru yang dapat meledak. Di sini, saya mengikat kain kafan itu hingga tertutup agar anggota keluarga tidak mengingat orang yang mereka cintai dalam keadaan yang begitu mengerikan.”
(rei)