DREAMERS.ID - Utamanya di masa pandemi, banyak mal-mal terkenal dan kebanyakan yang sudah legendaris mengalami penurunan pengunjung drastis bahkan menutup bisnisnya secara permanen. Hal ini sungguh disayangkan.
Harapan dicabutnya PPKM atau pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat juga tidak membuat keadaan membaik seperti sedia kala. Sebut saja Mal Blok M, Plaza Semanggi, Mal Ratu Plaza dan Glodok City terlihat banyak kios yang tutup dan sangat sepi pengunjung.
Menurut Yuswohady selaku pakar Marketing dan Managing Parrtner Inventure, ada tiga faktor yang membuat mal kini sepi nampak tak berpenghuni . Yang pertama adalah digital disruption atau perkembangan digital yang membuat aktivitas belanja online berkembang pesat dan cukup memukul telak kegiatan belanja offline.
"Perilaku masyarakat cenderung berubah dengan kehadiran teknologi aplikasi belanja online," kata Yuswohady, melansir Detik.
Faktor kedua adalah pandemic disruption yaitu kondisi COVID-19 membyuat percepatan penurunan pengunjung karena adanya pembatasan aktivitas masyarakat secara langsung. Pelarangan konsumen untuk datang ke tempat keramaian membuat lokasi seperti mal terkena dampak terbesar.
Faktor yan g ketiga adalah millennial disruption atau perilaku anak-anak muda milenial kini enggan dan ragu untuk belanja ke mal karena sudah lebih nyaman berbelanja online seperti di e-commerce atau market place.
"Jadi generasi milenial dengan sendirinya itu belanja sudah nggak fisik, terutama untuk item-item tertentu. Itu mereka pilih lebih belanja secara online," ucapnya.
Namun disebutkan, sebenarnya ketiga faktor tersebut tidak menjadi penyebab semata mal menjadi sepi. Tapi ada faktor dari mal-mal yang dianggap belum mampu mengikuti perkembangan zaman.
"Mereka tak mampu merespons triple disruption sehingga tak relevan lagi di pasar. Siapa yang beradaptasi, ia survive karena beberapa mal lain, seperti Grand Indonesia, Mal Kelapa Gading, atau Mal Kokas, masih tetap ramai. Sementara yang tidak akan hilang ditelan zaman," beber Yuswohady.
Lalu bagaimana nasib mal-mal di masa depan? Yuswohady mengatakan jika keberadaan mal akan tetap dibutuhkan masyarakat untuk menghilangkan kebosanan dari era digital. Jadi, mal akan tetap ada dan tidak punah.
"Apalagi PPKM sudah dicabut, mal ini akan tumbuh lagi. Jadi kalau secara keseluruhan mal hilang itu tidak. Untuk orang kita Indonesia, mal itu relevan karena kita itu kan suka bersosialisasi, nongkrong, ngobrol, ngegosip, nah itu asyik dilakukan di mal," kata Yuswohady.
"Seberapa pun kita tergantung pada digital, kita masih akan tetap perlu interaksi sosial, yang itu kita lakukan di mal," ucapnya.
(rei)