DREAMERS.ID - Beberapa waktu belakangan, Happy hypoxia pada pasien COVID-19 ramai dibicarakan sehingga membuat banyak orang membeli pulse oximeter. Namun, dokter spesialis paru Erlina Burhan menyatakan pulse oximeter bukan untuk orang sehat sehingga tidak wajib untuk memilikinya.
“Jangan sampai salah. Pulse oximeter bukan untuk orang sehat atau orang tanpa gejala (OTG) Covid-19,” kata Erlina dalam talkshow virtual BNPB, dikutip dari CNN Indonesia.
Erlina juga menjelaskan bahwa happy hypoxia kemungkinan akan terjadi pada pasien COVID-19 yang bergejala, bukan pada orang tanpa gejala.
“Happy hypoxia tidak terjadi pada orang tanpa gejala. Jadi hanya pada yang bergejala dan tidak juga terjadi pada semua yang bergejala,” kata Erlina.
Pada pasien yang tidak memiliki gejala atau asimptomatis mengalami happy hypoxia, maka berpotensi menyebabkan kematian mendadak. Jika saturasi oksigennya berat maka pasien hanya punya waktu 10 menit untuk bertahan hidup jika tidak ditopang oleh ventilator.
Pada pasien yang memiliki gejala, happy hypoxia terjadi karena salah satu saraf yang mengirimkan pesan ke otak mengenai turunnya kadar oksigen di dalam darah mengalami kerusakan. Sehingga otak tidak dapat mengetahui kondisi oksigen di dalam tubuh.
“Otak tidak mengenali adanya kekurangan oksigen dalam darah. Biasanya ada sinyal dari otak untuk mempercepat pengambilan oksigen sehingga menjadi sesak. Tapi, pada Covid-19 ini tidak terjadi,” tutur Erlina.
Erlina kemudian melanjutkan, “Kalau sudah lemas segera bawa ke rumah sakit karena obatnya cuma satu yaitu oksigen.”
Pulse oximeter sendiri merupakan alat yang digunakan di ujung jari untuk mengukur saturasi oksigen di dalam darah. Alat ini dapat digunakan untuk mengecek kondisi happy hypoxia yaitu keadaan berkurangnya oksigen di dalam darah tanpa menimbulkan gejala sesak.
(Rie127)