DREAMERS.ID - Perdebatan tentang tentara transgender pertama di Korea Selatan memanas. Pihak militer disebut telah mengajukan tentara transgender itu ke panelis untuk ditinjau, yang kemungkinan bisa mengeluarkan rekomendasi pemecatan.
Langkah tersebut dinilai tidak memiliki dasar hukum yang memadai, kata pengacara hak asasi manusia, Minggu (19/01). Dilansir dari laman Korea Times, orang-orang transgender dilarang melayani di angkatan bersenjata di negeri ginseng, tetapi tidak ada peraturan khusus yang mengatur tentara yang bertugas aktif yang menjalani operasi perubahan kelamin.
Jadi ketika pejabat militer merujuk prajurit itu untuk evaluasi pemulangan, itu didasarkan pada argumen hukum bahwa prajurit itu "cacat" setelah mengikuti prosedur perubahan jenis kelamin. Kehilangan alat kelamin pria sebenarnya termasuk dalam daftar "cacat fisik dan mental" yang ditentukan oleh Undang-Undang Manajemen Personil Militer.
Namun klasifikasi ini seharusnya tidak berlaku dalam kasus tentara transgender, kata pengacara HAM Park Han Hee. "Cacat fisik yang disebutkan mengacu pada tentara pria yang terluka dalam pelaksanaan tugas mereka, bukan mereka yang secara sukarela melakukan operasi perubahan jenis kelamin," kata Park kepada The Korea Times.
Bahkan jika panel mengakui perubahan fisik prajurit itu bukan cacat, kemungkinan dia diizinkan untuk tetap di angkatan bersenjata sangat kecil. Tentara itu dapat diberhentikan dengan alasan memiliki "cacat mental", karena sektor medis di Korea terus mengklasifikasikan transgenderisme sebagai "gangguan identitas gender".
Tetapi Park Han Hee mengatakan argumen ini lemah. Mei lalu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) berhenti mengklasifikasikan transgenderisme sebagai "gangguan mental", yang memberi negara-negara anggota PBB seperti Korea hingga 1 Januari 2022 untuk mengikutinya.
Undang-undang Manajemen Personil Militer juga direvisi pada 2013 untuk tidak secara eksplisit menyebutkan "gangguan identitas gender" dalam klausulnya.
Baca juga: Mendiang Prajurit Transgender Menangkan Putusan Pengadilan Atas Pemecatan Paksa dari Tentara Korea
Seorang sersan di sebuah kamp di provinsi Gyeonggi utara, mengatakan tentara transgender tersebut ingin terus melayani sebagai NCO perempuan begitu dia pulih sepenuhnya dari operasi perubahan jenis kelamin. Panel militer akan memberikan keputusannya pada Rabu (22/01).Minoritas seksual telah lama diasingkan atau didiskriminasi dalam tentara Korea. Seks antara pasangan gay tetap merupakan kejahatan berdasarkan Pasal 92-6 dari UU Kriminal Angkatan Darat. Pengacara HAM dan kelompok sipil berharap keputusan itu akan mengarah pada pengakuan pertama militer atas seorang prajurit transgender.
Meskipun ini adalah pertama kalinya seorang tentara yang bertugas aktif menjalani operasi perubahan jenis kelamin, ada banyak orang lain yang juga mencari opsi medis dan administrasi untuk melakukan transisi di dalam angkatan bersenjata, menurut Pusat Hak Asasi Manusia Militer di Seoul.
Meskipun tidak ada contoh sebelumnya, mengeluarkan seorang prajurit berdasarkan identitas gender dapat diperdebatkan di pengadilan sebagai diskriminasi tempat kerja, kata Park.
"Jika seorang karyawan dipecat oleh sebuah perusahaan setelah operasi ganti kelamin, ada kemungkinan besar bahwa pengadilan akan melihatnya sebagai tindakan yang melanggar hukum oleh atasan," kata Park. "Demikian juga prajurit profesional juga karyawan - pegawai negeri sipil di ketentaraan,” tambahnya.
Kim Hak Ja, seorang pengacara dan mantan koordinator hak asasi manusia untuk Asosiasi Pengacara Korea, mengatakan bahwa kasus prajurit transgender dapat memberikan titik awal untuk merancang peraturan yang mengakui gender ketiga.
"Operasi perubahan jenis kelamin berdasarkan identitas gender bawaan seseorang harus diakui. Namun, kami masih kekurangan peraturan khusus yang dapat melakukan itu karena kurangnya diskusi publik tentang hak-hak minoritas seksual,” kata Kim.
(mth)