DREAMERS.ID - Dua orang aktivis di mana salah satunya adalah jurnalis yang kerap menyerukan ketidakadilan ditangkap polisi. Mereka adalah jurnalis Dandhy Laksono yang terkenal sebagai pembuat film dokumenter ‘Sexy Killer’ yang viral di YouTube beberapa bulan lalu, serta Ananda Badudu.
Via Liputan6, polisi menuduh Dandhy menyebar kebencian berbau suku, agama, ras dan antargolongan atau SARA. Sementara Ananda Badudu ditangkan karena mentransfer sejumlah dana ke mahasiswa sebelum demonstrasi besar terjadi.
Dandhy disebut telah melakukan pemeriksaan sekitar 5 jam di Gedung Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya dan resmi ditetapkan sebagai tersangka ujaran kebencian. Dandhy memang mengaku terkejut ketika dijemput polisi. Karena menurutnya, penangkapan seseorang biasanya pihak terlapor atau yang disangkakan dipanggil terlebih dulu untuk diperiksa.
"Saya ditanyai terkait posting di twitter, motivasi, maksud, siapa yang menyuruh, ya standard proses verbal saya pikir," kata Dandhy. "Jadi saya pikir saya kooperatif, saya ikutin, dari sini saya justru penasaran ingin tahu terkait apa yang disangkakan kepada saya. Saya ingin benar-benar tahu substansi masalahnya seperti apa,"
Kuasa Hukum Dhandhy, Alghiffari Aqsa menjelaskan jika tweet yang disangkakan oleh kepolisian adalah yang diunggah Dandhy pada 23 September 2019. Meski tak bersinggungan langsung dengan demonstrasi soal RUU KPK, tulisan Dandhy tersebut berisi soal kondisi kerusuhan yang terjaid di Wamena dan Jayapura, Papua.
Alghiffari menjelaskan, kliennya dikenakan pasal ujaran kebencian terhadap individu atau suatu kelompok sesuai pasal 28 ayat 2 juncto pasal 45 A ayat 2 UU ITE. Selama pemeriksaan, Dandhy, kata Alghiffari, dicecar sekitar 14 pertanyaan dengan 45 turunan pertanyaan. Usai diperiksa, status Dandhy resmi menjadi tersangka ujaran kebencian.
"Status tersangka, hari ini beliau dipulangkan tidak ditahan dan beliau menunggu proses selanjutnya. Namun meski jadi tersangka beliau tidak ditahan," kata Alghiffari.
Sayangnya hal ini menjadi perhatian karena pada Kamis (26/9), Presiden Joko Widodo atau Jokowi menegaskan komitmennya terhadap demokrasi dan kebebasan pers. Ia menekankan, kebebasan berpendapat masyarakat harus dijaga dan dipertahankan. Ia mengatakan hal tersebut di hadapan budayawan, ahli hukum dan akademisi.
"Saya ingin menegaskan kembali komitmen saya kepada kehidupan demokrasi di Indonesia. Bahwa kebebasan pers, kebebasan menyampaikan pendapat adalah hal dalam demokrasi yang harus terus kita jaga dan pertahankan," ujar Jokowi. "Jangan sampai bapak ibu sekalian ada yang meragukan komitmen saya mengenai ini,"
"(Kemudian) berkaitan dengan Papua dan yang berkaitan dengan masalah UU Komisi Pemberantasan Korupsi, RUU KUHP, dan berkaitan dengan demonstrasi-demonstrasi pada beberapa hari ini," ucap Jokowi.
(rei)