DREAMERS.ID - Salah satu yang dipertanyakan dari bencana tsunami Banten-Lampung adalah bagaimana bisa prediksi bencana tidak terdeteksi hingga menyebabkan ratusan korban tewas. Alasannya, karena sebagian teknologi deteksi bencana sudah tertinggal dan perlu diperbarui bahkan ditambah.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Prof Dwikorita Karnawati yang baru menjabat awal November 2017 pun mengaku langsung mengaudit berbagai peralatan pendukung yang dimiliki lembaga tersebut, namun ada beberapa hambatan yang ditemukan.
"Padahal potensi ancaman tsunami di tanah air sebetulnya sudah dipetakan sejak 2001. Tapi di tengah keterbatasan anggaran negara, pengadaan berbagai peralatan deteksi dini itu harus melewat prosedur pengkajian dan pembahasan yang panjang," kata Dwikorita mengutip Detik yang mengangkat isu ‘Negeri Darurat Tsunami’.
Baca juga: Capai M 8.7, Simak Himbauan dan Info Lengkap Waspada Gempa Megathrust di Indonesia
BMKG sebenarnya telah mengajukan anggaran untuk membeli berbagai peralatan seusi skala prioritas pada Januari 2018 di mana sebulan kemudian, Presiden Joko Widodo menyetujui proposal tersebut. Pembahasan teknis di Bappenas pun telah selesai tapi masih ada pengkajian di Kementerian Keuangan."Harus saya akui, kami gagal meyakinkan bahwa potensi ancaman tsunami dan bencana lain itu nyata sehingga keberadaan berbagai peralatan untuk deteksi dini itu amat mendesak," kata Dwikorita. "Saya kalau melihat korban kemarin itu, duh... Kenapa kok kemarin kami tidak bisa meyakinkan itu harus dipasang segera,"
Dwikorita mengatakan dalam sistem birokrasi yang ada, semua pengadaan barang harus melalui kajian pembahasan, terlebih nilai peralatan tersebut juga sangat mahal. Ia juga mengakui jika tsunami pada Sabtu malam lalu memberikan pelajaran yang berharga.
"Ternyata bencana itu tak kenal prosedur, tidak mengenal administrasi. Yang dibutuhkan adalah kecepatan dan ketepatan," ujar Dwikorita menegaskan.
(rei)