DREAMERS.ID - Setya Novanto resmi mendapat vonis 15 tahun penjara dari majelis hakim dalam kasus mega korupsi E-KTP yang merugikan negara triliunan rupiah. Pada sidang sebelumnya, jaksa menuntut Novanto dengan hukuman 16 tahun penjara.
Dan bukan hal aneh jika terdakwa mengajukan banding atas vonis hakim. Namun jika mengajukan banding, belum tentu hukuman diperingan, karena bisa jadi justru diperberat jika ditemukan bukti-bukti baru.
Di sisi lain, Mantan Ketua Umum Golkar itu terbukti menguntungkan diri sendiri dan menyalahgunakan wewenang dalam proyek pengadaan KTP elektronik. Namun pria berpanggilan Setnov itu meminta waktu untuk memikirkan akan mengajukan banding atau tidak.
"Tanpa mengurangi rasa hormat, setelah saya konsultasi dengan kuasa hukum dan keluarga, kami akan pikir-pikir dulu," kata Novanto di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (24/4).
Baca juga: Kata Setnov yang Rela Jual Rumah Lunasi Uang Pengganti Korupsi yang Dilakukannya
Novanto dianggap memperkaya diri sendiri sebanyak 7,3 juta dollar AS atau sekitar Rp 71 miliar (kurs tahun 2010) dari proyek pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP).Ia juga disebut mengintervensi proyek pengadaan tahun 2011-2013 itu bersama-sama pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong. Novanto yang pada saat itu masih menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar diduga memengaruhi proses penganggaran, pengadaan barang dan jasa, serta proses lelang.
Dalam tuntutan jaksa, disebutkan Novanto menerima sebuah jam tangan merek Richard Mille tipe RM 011 seharga 135 ribu dolar Amerika dari Andi Narogong dan Johannes Marliem untuk meloloskan proyek E-KTP. Namun karena jam tangan itu telah dikembalikan, maka Setnov tidak dibebankan untuk mengembalikan uang seharga jam tangan tersebut.
Dalam pertimbangan, jaksa menilai perbuatan Novanto tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi. Perbuatannya berakibat masif, menyangkut pengelolaan data kependudukan nasional yang dampaknya masih dirasakan hingga sekarang. Perbuatannya juga menyebabkan kerugian negara dalam jumlah besar, yakni Rp 2,3 triliun, mengutip Kompas.
(rei)