DREAMERS.ID - Makin banyak kepala daerah terjerat kasus korupsi di Indonesia, salah satunya yang tengah jadi sorotan adalah Gubernur Jambi Zumi Zola yang status tersangkanya masih jadi pembicaraan karena KPK belum memberi kepastian.
Fenomena ini disebut Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun, justru karena ada celah dari peraturan di Indonesia itu sendiri. Melansir Metro TV News, ada regulasi bukan jaminan pidana korupsi tidak terjadi atau bahkan menurun.
Yang menjadi masalah mendasar adalah tingginya biaya politik ketika akan mencalonkan diri dalam pemilu. Sehingga mental ‘balik modal’ saat menjabat nantinya tidak heran masih terjadi. Belum lagi jika ada mahar politik dan perilaku ‘balas budi’ lainnya. Mirisnya, hal ini membuat munculnya pemikiran, tidak mungkin kepala daerah itu tidak korupsi.
Baca juga: Syahrul Yasin Limpo Ungkap ‘Semua Menteri Lakukan Hal Yang Sama’ Untuk Biayai Keluarga
"Sebagai contoh kalau bicara korupsi dari hulu dan hilir, saya kira kepala daerah itu rasanya tidak mungkin tidak korupsi apalagi jika melihat biaya politik yang begitu tinggi," ujar Refly. "Mencegahnya mau tidak mau biaya pilkada harus ditekan seminimal mungkin. Kemudian sistem pilkada harus bisa membatasi dan menganulir mereka yang curang,”Mahar politik hanya satu beban, belum lagi ditambah biaya kampanye, biaya saksi hingga politik uang. Ilustrasinya, sebut saja minimal pencalonan seorang gubernur memerlukan biaya sekitar Rp 100 miliat per orang termasuk mahar politik yang berjumlah puluhan miliar.
Saat prakteknya, Mantan Dirjen Otonomi Daerah Djohermansyah Djohan juga menuturkan sistem penyusunan APBD oleh para kepala daerah hampir tidak ada kontrol ketika eksekutif dan legislatif membahasnya.
(rei)