DREAMERS.ID - Pesawat AirAsia dengan nomor penerbangan QZ535 sebelumnya diberitakan ‘terjun bebas’ dari ketinggian 34 ribu kaki ke 10 ribu kaki dalam waktu singkat yang membuat penumpang panik. Dikatakan pula ada kesalahan teknis yang menyebabkan hal itu terjadi.
Banyak analisis berkembang untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Setiap negara pun pasti memiliki badan penyelidik keamanan transportasi berbeda. Jika di Amerika ada NTSB atau National Transportation Safety Board, Indonesia memiliki KNKT atau Komite Nasional Keselamatan Transportasi.
Namun melansir Kompas, kasus AirAsia QZ535 memiliki dugaan penjelasaan sendiri hingga bisa bisa disebut ‘jatuh’ dari ketinggian 34 ribu yang disebutnya ‘tidak benar’ Karena sebenarnya pesawat dibangun dengan bentuk yang aerodinamis, sehingga tidak bisa disamakan jatuhnya pesawat dengan jatuhnya batu yang seketika dan vertikal.
Baca juga: Pengakuan 'Muak' CEO AirAsia Pada K-Pop yang Miliki Istri Orang Korea Selatan
Bentuk pesawat terbang menjadikannya meluncur dengan sudut kemiringan tertentu tergantung pada berat pesawat. apabila pesawat terbang yang tengah terbang tinggi sekitar 34.000 kaki mengalami gangguan pada sistem pengaturan udara dan tekanan dalam kabin (Aircraft Air Conditioning and Pressurization System), maka prosedur keadaan darurat mengharuskan pesawat terbang secepat mungkin turun ke 10.000 kaki.Karena, pada 34.000 kaki dengan gangguan sistem pengaturan udara dan tekanan kabin, maka akan terjadi kondisi kekurangan oksigen dan kekurangan tekanan udara yang membahayakan nyawa manusia. Dan persediaan oksigen dalam pesawat hanya mampu hingga 15 menit.
Karena itu pesawat harus dengan cepat diturunkan ke 10 ribu kaki agar kembali mendapatkan kadar oksigen dan tekanan udara yang normal, sehingga terasa seperti ‘jatuh’. Namun kembali melansir Kompas, penjelasan ini untuk memberi pandangan lain sebelum mendapat penjelasan resmi dari pihak AirAsia.
(rei)