DREAMERS.ID - Nama Dwi Hartanto belakangan menjadi topik pembicaraan hangat di kalangan netizen Indonesia. Lantaran mahasiswa program doktor di Technische Universiteit Delft di Belanda ini mengakui kebohongan yang dibuatnya, mulai dari soal studi, prestasi, hingga klaimnya dari pertemuan dengan Presiden Indonesia ke-3, BJ Habibie.
Sontak hal ini pun menjadi pertanyaan tentang apa sebenarnya motif Dwi berbohong, hingga ada yang berasumsi kalau pria tersebut mengidap mythomania. Mythomania sendiri merupakan gangguan psikologis dengan kecenderungan selalu berbohong dengan maksud mengelabui, hingga dirinya sendiri percaya akan kebohongannya.
"Belum dipastikan dia mythomania, walau ada perilaku yang mengarah ke sana. Harus ada pemeriksaan lebih lanjut untuk menegakkan diagnosis," ujar psikolog, Ratih Zulhaqqi, M.Psi, mengutip Detik. Lebih lanjut, Ratih juga mengatakan bahwa orang yang mengidap mythomania mengalami kecanduan untuk berbohong terus-menerus. Efeknya, individu tersebut tidak menyadari bahwa dirinya sedang berbohong.
Baca juga: Ini Alasan Mengapa Korban Sering 'Diam Membeku' Saat Mengalami Pelecehan Seksual
Karena perlu melewati serangkaian pemeriksaan psikologis, maka jangan asal melabeli seseorang mengidap gangguan mythomania jika ketahuan berbohong. Menurut psikiater dari RS Jiwa Dharmawangsa, dr Tun Kurniasih Bastaman, SpKJ(K), orang yang mengidap mythomania merasa dirinya kurang berharga atau dihargai sehingga membuat bualan yang dibesar-besarkan.Sementara itu, psikolog Ratih Zulhaqqi, M.Psi berbagi apa saja yang menjadi gejala dari gangguan psikologis ini, yaitu:
- Sering kali mengemukakan sesuatu yang tidak benar.
- Mencari perhatian orang lain dengan segala cara, termasuk berbohong agar terlihat sempurna.
- Tidak bisa membedakan dirinya sedang berbohong atau tidak.
- Tidak menyadari bahwa dirinya sedang berbohong.
- Karena sudah menjadi kebiasaan, ia berbohong secara otomatis, tidak direncanakan.
"Kalau bohong biasa atau bukan patologis, enggak keterusan. Misalnya, saya tidak datang ke rumah teman dan beralasan sakit perut. Sudah, hanya saat itu, tidak keterusan. Tetapi kalau bohong yang patologis (mythomania), dia sendiri enggak sadar kalau dia bohong," tutup Ratih.
(fzh)