DREAMERS.ID - Saat banyak tugas sekolah, pekerjaan atau masalah kehidupan lain, seseorang pasti akan merasakan stres. Dan dalam jangka pendek, stress dapat membuat kita merasa marah, cemas, tegang, bingung, dan pelupa. Namun itu hanyalah sebagian kecil dari dampak stress.
Dilansir Huffington Post, seiring berjalannya waktu, peningkatan kadar korsitol, hormon stres dapat lebih jauh mempengaruhi kesehatan fisik, mental, dan emosional. Lalu bagaimana stres dapat mempengaruhi kinerja otak? Simak dampak buruk stres bagi otak berikut ini.
1. Kemarahan
Sudah menjadi rahasia umum jika seseorang sedang stres, akan mudah meluapkan amarah. Saat di bawah tekanan, banyak orang menjadi terganggu dan pelupa dan ini dapat menjadi pertanda bahwa stres berdampak buruk bagi otak.
Para peneliti di Prancis menemukan sebuah enzim yang saat dipicu stres akan menyerang molekul dalam hippocampus (area otak yang terkait pembelajaran, memori, dan emosi) yang bertanggung jawab untuk mengatur sinapsis. Saat sinapsis dimodifikasi, hubungan saraf akan lebih sedikit terbentuk.
Baca juga: Stres Picu Si Positif COVID-19 Ingin Tularkan Virus ke Orang Lain?
“Efek ini menyebabkan seseorang kehilangan keramahan mereka, menghindari interaksi dengan orang-orang, dan memiliki gangguan memori atau pemahaman,” sebuah siaran pers universitas menjelaskan.2. Mengecilkan otak
Kehidupan yang penuh stres dapat membahayakan kapasitas memori dan pembelajaran otak dengan mengurangi volume kecerdasan otak di daerah otak yang berhubungan dengan emosi, kontrol diri, dan fungsi fisiologis.
3. Membunuh sel otak
Menurut Scientific American, stres dapat menghentikan produksi saraf baru di hippocamus dan juga dapat mempengaruhi kecepatan koneksi antara sel-sel di bagian tersebut.
4. Gangguan memori
Saat korsitol menghambat aktivitas hippocampus, itu meningkatkan ukuran dan aktivitas amigdala, pusat utama otak untuk respon emosional dan motivasi. Amigdala bertanggung jawab untuk pengolahan rasa takut, persepsi ancaman, dan respon perlawanan.
Peningkatan aktivitas berarti seseorang dalam keadaan bereaksi terhadap ancaman, yang dapat memiliki efek yang melarang otak menerima informasi baru. Hal ini juga dapat meningkatkan reaksi emosional.
(fzh)