DREAMERS.ID - Perintah eksekutif atau instruksi presiden Donald Trump soal keimigrasian memang terbilang kontroversial. Beragam aksi protes pun dilakukan tak hanya dari warga negara Amerika Serikat saja namun juga dari kalangan pemerintahan. Setelah Jaksa Agung Sally Yates yang menolak kebijakan tersebut, kini ratusan diplomat AS pun menentangnya.
Para diplomat tersebut menandatangani memo perbedaan pendapat kepada Kementerian Luar Negeri pada Rabu (1/02) waktu setempat, memo tersebut berisi mengenai kritikan dan ‘gugatan’ atas kebijakan imigrasi yang diterapkan oleh Trump yang melarang pemberian visa bagi imigran dari tujuh negara Muslim (Muslim ban) yakni Iran, Irak, Suriah, Yaman, Somalia, Sudan, dan Libya.
Diberitakan AP, langkah tersebut merupakan pernyataan bersama dengan dukungan yang besar dan sangat jarang terjadi dalam sejarah Kementerian Luar Negeri AS. Dari informasi yang dihimpun, sumber dari Kemenlu mengungkapkan kalau telegram tersebut diterima sehari setelah Juru bicara Gedung Putih Sean Spicer menghimbau kepada para pejabat yang tak setuju dengan kebijakan baru dari sang presiden agar segera mengundurkan diri.
"Mereka harus mematuhi program itu, atau silakan mengundurkan diri," ujar Spicer.
Baca juga: Angka Fantastis Dari Penggalangan Dana Fans Taylor Swift Untuk Capres AS Kamala Harris
Reuters menyebut sekitar 900 diplomat telah mengikuti aksi protes tersebut dengan menandatangani memo yang disebarkan melalui telegram selama akhir pekan lalu. Dalam dokumen ditegaskan bahwa perintah eksekutif Trump telah melawan nilai-nilai hidup Bangsa AS. Perintah itu juga bisa memicu sentimen anti-AS dalam pergaulan internasional."Kebijakan yang menutup pintu bagi 200 juta pendatang legal di AS, demi sebuah keyakinan untuk mencegah masuknya segelintir orang yang berniat mengancam AS dengan menggunakan sistem visa yang ada. Hal itu tak akan membuat negara ini lebih aman,” demikian isi pernyataan para diplomat dalam telegram perbedaan pendapat tersebut.
"Pelarangan ini melawan jiwa Bangsa Amerika dan melawan nilai dari konstitusi AS yang menjadi janji kami saat dilantik sebagai pejabat federal."
Telegram perbedaan pendapat merupakan sebuah mekanisme untuk para diplomat AS sebagai wadah penyampaian perbedaan pandangan secara internal terkait kebijakan pemerintah AS. Dalam kasus ini, pihak Menteri Luar Negeri John Kerry dikabarkan telah bertemu dengan para diplomat yang berbeda pandangan untuk berdiskusi.
Sementara itu, pemilihan kandidat Menteri Luar Negeri dalam kabinet Trump Rex Tillerson hingga kini belum dipilih, pasalnya masih menunggu persetujuan dari senat. Tillerson sendiri belum memberikan tanggapan atas munculnya kritikan dari para diplomat.
(dits/Kompas)