DREAMERS.ID - Tak lagi secara frontal di kehidupan nyata, kini para pelaku ideologi radikal gencar merambah dunia digital untuk penyebaran ajarannya. Medium internet dianggap cepat, mudah dan menjaring banyak massa sehingga efektif karena minim filter atau penyaringan.
Hal itu yang disinggung oleh Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang mengatakan cyber jihad terus berkembang di berbagai negara, termasuk Indonesia. Ia juga menuturkan jika kepolisian butuh regulasi khusus untuk menangkal aktivitas virtual.
Cyber jihad dianggap berbahaya karena masuk salah satu tindak pidana terorisme. "Dunia maya di Indonesia memang memprihatinkan sehingga perlu ada regulasi yang kuat dan teknik lain di luar hukum," ujar Tito melansir CNN.
Penyelidikan dan penangkapan teroris yang dilakukan Densus 88 beberapa saat terakhir ini menunjukkan informasi jika pelaku melakukan teror dipicu oleh pengaruh dari internet. Contohnya adalah Muhammad Nur Solihin, terduga teroris yang diciduk di Bekasi, adalah orang yang menjadi radikal akibat aktivitas internet.
"Kelompok teror melakukan rekrutmen dan pelatihan tidak lagi secara fisik tapi online. Dalam kasus Solihin, semua itu online, bagaimana membuat bom panci," tutur Tito.
Untuk menangkal cyber jihad, kepolisian pun membentuk pasukan khusus yang juga bergerilya di dunia maya, dengan sebutan cyber army. Tak hanya mengintai, namun tim tersebut juga mampu melakukan serangan siber.
Tindakan ini juga mendapat dukungan dan akses luas dari Kementerian Komunikasi dan Informasi untuk sejumlah lembaga dalam memerangi penyebaran ajaran radikal di internet. Para remaja dan anak muda yang notabene adalah pengguna internet terbanya dihimbau untuk melakukan filter sendiri terhadap informasi yang tersebar agar tak mudah terjerumus ke dalam ranah terorisme.
(rei)
(rei)