DREAMERS.ID - Jika biasanya pakaian tradisional identik dengan orang tua dan hanya dipakai pada perayaan tertentu, maka kini di Korea Selatan, anak muda di sana tengah keranjingan memakai pakaian tradisional negera mereka yang disebut Hanbok.
Seperti dilaporkan laman Chosun Ilbo, kalangan anak muda Korsel seperti menemukan kembali budaya tradisional Korea dan menafsirkannya agar sesuai dengan selera mereka. Mereka kini dengan percaya diri dapat berjalan-jalan di sekitar landmark kota seperti Istana Gyeongbok serta kawasan tradisional Bukchon dan Insa-dong di Seoul mengenakan hanbok sambil berfoto narsis bahkan dengan senang hati berpose untuk turis asing yang berkunjung.
Kebanyakan dari mereka menyewa hanbok tersebut. Salah satunya adalah Jeon Su-ji (22) yang menyewa hanbok bersama dengan pacarnya dan mengatakan, “Warna (hanbok) yang cerah terlihat bagus di foto.”
Tak hanya tempat penyewaan, pembelian hanbok secara online juga meningkat sejak 2014. Peningkatan ini khususnya terjadi pada wanita usia 20-an, meningkat 30% pada 2014 dan 21% pada 2015 lalu.
Baca juga: Mencoba Wisata Gratis di Istana Gyeongbokgung, Berikut Caranya
Penjualan hanbok khususnya akan meningkat hingga dua kali lipat selama liburan tradisonal seperti saat tahun baru atau perayaan Chuseok. Meski penjualan hanbok untuk pria dilaporkan turun pada 2014, namun di 2015 mengalami lonjakan hingga 78%.Untuk menyesuaikan perilaku anak muda yang mulai melirik hanbok, banyak toko online yang sekarang menjual hanbok yang lebih modern dan disesuaikan dengan anak muda seperti rok yang lebih pendek dan menggunakan bahan kain katun yang ringan.
Jika awalnya para penjual hanbok menargetkan wisatawan asing, maka kini warga lokal sudah banyak yang mampir. “Aku membuka toko untuk turis, tapi aku terkejut melihat pelanggan lokal masuk ke toko,” ungkap salah seorang pemilik toko hanbok.
Mengenai perubahan perilaku ini, Pak Gil Sung di Korea University mengatakan, “Berbeda dengan generasi terdahulu, anak muda Korea saat ini berjiwa bebas dan tidak terikat dengan cara berpikir tradisional.”
(fzh)