Dreamland
>
Berita
>
Article

Kartun Malaysia 'Pada Zaman Dahulu' Diduga Sadur Karya Sastra Bali

26 Agustus 2015 23:00 | 12059 hits

DREAMERSRADIO.COM - Dalam salah satu episode tayangan animasi dari Malaysia ‘Pada Zaman Dahulu’ dituding menyadur karya sastra 'Sang Cangak'. Alhasil, ahli waris pembuatnya memprotes dan minta pihak pemerintah melindungi hasil karya seniman Bali.

Sastra Sang Cangak merupakan karya seniman asli Jembrana, Bali, (alm) Gusti Putu Windya. Belakangan cerita itu diketahui disadur kartun Malaysia. Dalam kartun Malaysia itu digambarkan tokoh Bangau (Cangak) dan tokoh Kepiting (Yuyu), dan ceritanya dari awal hingga akhir sama persis dengan kisah Sang Cangak.

Sayangnya, pembuat kartun Bangau versus Kepiting pernah disiarkan di salah satu stasiun televisi swasta di Indonesia itu tidak pernah meminta izin kepada ahli waris pembuat.

“Yang jelas kami sebagai ahli waris sangat keberatan karya orang tua kami disadur tanpa meminta izin kepada kami," ujar Dewa Bagus Komang Budiana, ahli waris pencipta Sastra Sang Cangak, di Jembrana, Bali, Rabu (26/8).

Menurut Budiana, karya sastra itu telah dipatenkan. Seharusnya jika karya sastra itu diangkat kembali, hendaknya memberitahukan atau meminta izin kepada pencipta atau ahli waris pencipta. Apalagi karya sastra Bali diubah kemasannya menjadi kartun.

Menurut Budiana, karya sastra itu dibuat sekitar 1970. Lantas direkam dalam kaset dan dipopulerkan oleh Maestro geguritan, (alm) Dewa Aji Wanten dan I Nyoman Rede.

"Kasetnya diproduksi berulang-ulang. Bahkan sampai sekarang kasetnya masih diproduksi, karena sastra geguritan ini sangat diterima orang Bali di seluruh Indonesia," tutur Budiana di Banjar Pasar, Desa Yehembang, Mendoyo, Jembrana.

Sekitar 1986, pihak Universitas Udayana (UNUD) Denpasar sempat melakukan penelitian buat membuktikan kalau karya sastra Sang Cangak itu asli karya (alm) Gusti Putu Windya. Dari beberapa bukti, termasuk naskah dalam lontar, pihak kampus meyakini kalau karya itu memang asli buatan Gusti Putu Windya dalam bentuk geguritan.

Terkait hal itu, Budiana sebagai ahli waris mengaku sangat keberatan dan minta pihak pemerintah segera mengambil langkah melindungi karya seni orang tuanya, termasuk melindungi karya seni seniman-seniman Bali lainnya.

"Saya anggap pemerintah dalam hal ini gagal melindungi karya seni warganya. Bahkan boleh dibilang acuh tak acuh. Termasuk di Jembrana, seniman sastra geguritan kurang mendapat perhatian dari pemerintah," tambah Budiana.

[ary]

Source:
Komentar
RECENT ARTICLE
MOST POPULAR
BACK TO DREAMLAND | TOP | View Desktop Version
CONTACT US
Dreamers.id
dreamersradio