DREAMERSRADIO.COM - Lebih seribu orang, Rabu (20/5), memperingati Hari Kemarahan untuk mengenang kekejaman Khmer Merah.
Puluhan siswa mengenakan pakaian hitam dengan syal merah kotak-kotak putih khas Khmer Merah, memegang senapan, pisau, bambu runcing, memperagakan pembunuhan massal yang dilakukan prajurit Khmer Merah saat berkuasa.
Kerumunan orang menyaksikan aksi teatrikal itu. Di antaranya; biksu Buddha dan anak-anak. Perayaan dipusatkan di depan Choeung Ek, museum Killing Fields di pinggiran Phnom Penh. Kim Tin, kini berusia 64 tahun, menyaksikan aksi teatrikal dengan emosional. Ia tak sadar air mata menuruni pipi keriputnya.
"Putri saya berusia delapan tahun ketika diperkosa secara brutal dan dibunuh tentara Khmer Merah," ujar Kim Tin, yang suaminya lebih dulu dibunuh rejim Maois. "Saya tidak akan pernah melupakannya," lanjut Kim Tin.
Baca juga: 200 Negara Berjuang, Bagaimana Bisa Tiga Negara ASEAN Ini Nol Kematian Virus Corona?
Dua juta rakyat Kamboja tewas selama kekuasaan Khmer Merah antara 1975 sampai 1979. Kebanyakan akibat kelaparan, sakit, terbunuh akibat konflik internal, serta intelektual yang dianggap penyakit masyarakat oleh Khmer Merah.Beberapa ratus orang yang selamat dari era paling gelap dalam sejarah Kamboja itu berkumpul di Choeung Ek pada 17 April tahun lalu, untuk memperingati kekejaman Khmer Merah 30 tahun lalu.
Ini adalah tahun kedua mereka memperingati kekejaman Khmer Merah, dan diberi nama Hari Kemarahan. Pengadilan Internasional telah menghukum seluruh dari sisa petinggi Khmer Merah yang bertanggung jawab atas pembantaian.
Khieu Samphan dan Nuon Chea dihukum seumur hidup, Agutus 2014 lalu. Pol Pot tak sempat diadili. Brother Number One, demikian Khmer Merah memanggilnya, tewas tahun 1998.