Kisruh yang terjadi pada penyelenggaraan Ujian Nasional tahun ini banyak menerima kritikan. Setelah adanya keterlambatan UN maka banyak pemerhati pendidikan yang menjadikan momentum tersebut untuk menghapuskan UN sebagai syarat kelulusan siswa.
Sementara itu, menurut Mohammad Abduhzen selaku pengamat pendidikan dari Universitas Paramadina, mengatakan sudah waktunya UN dihapus . Hal tersebut karena dari tahun ke tahun pelaksanaan UN tidak menjadi lebih baik, tetapi lebih buruk.
Hal ini bukan karena tertundanya UN di 11 propinsi dan kekurangan naskah soal. Tetapi UN menjadi tradisi bagi sekolah untuk berbuat curang. Sepertinya adanya pembagian jawaban kepada siswa hingga manipulasi nilai sekolah atau siswa membeli bocoran jawaban.
Bahkan, Kepala Departemen Penelitian dan Pengembangan Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) ini juga tidak setuju kalau masalah UN itu dianggap sekadar masalah teknis seperti dilansir Kemendikbud. Dia menjelaskan, permasalahan yang terjadi ialah pada kesalahan manusia yang terkait dengan sistem kerja dan tata kelola dari Kemendikbud sendiri.
Tak hanya itu, Abduhzen pun mengatakan seharus UN dihapuskan. Dengan adanya penundaan ini tentunya akan menambah panjang masa ketegangan dan memberikan kelelahan mental oleh siswa. Selain merugikan dari sisi finasial.
“Siswa itu dari Krayan harus terbang dulu ke Tarakan. Pesawatnya hanya terbang sekali seminggu. Lalu dari Tarakan ke Malinau dilanjutkan dengan speedboat selama empat jam. Di Malinau mereka harus sewa kos. Lalu jika UN ditunda mereka harus menambah biaya kos. Apa mau mendikbud menanggung biaya tambahan ini?” tambahnya.