DREAMERS.ID - Omicron merupakan varian virus COVID-19 baru yang bermutasi dan pertama kali ditemukan oleh WHO (World Health Organization) di Afrika Selatan pada bulan November lalu. Dunia pun diharapkan semakin waspada dengan varian baru ini.
Pasalnya, WHO telah mengklasifikasikan Omicron dalam daftar Variant of Concern (VOC), yakni kategori varian yang menjadi perhatian karena memiliki tingkat penularan tinggi, virulensi yang tinggi, dan menurunkan efektivitas diagnosis, terapi serta vaksin yang ada.
Varian dengan nomor ilmiah B.1.1.529 itu bergabung dengan beberapa varian lain yang lebih dulu masuk kategori Varian of Concern WHO yakni varian Alpha, Beta, Gamma, dan Delta.
Saat ini, kasus Covid-19 varian Omicron di Afrika Selatan meningkat di hampir setiap provinsi di negara itu. Dan kini dilaporkan telah menyebar ke setidaknya delapan negara mulai dari Inggris, Jerman, Belgia, hingga Hong Kong.
Pusat pencegahan dan Pengadilan Penyakit Eropa mengatakan varian Omicron berpotensi lolos kekebalan vaksin dan lebih cepat menular dibandingkan varian Delta. "Ada risiko tinggi hingga sangat tinggi yang akan menyebar di Eropa," kata lembaga tersebut seperti dikutip CNN.
Lebih lanjut melansir CNN Indonesia, salah satu yang memicu kekhawatiran para ahli adalah varian Omicron memiliki jumlah mutasi yang sangat tinggi, melebihi 30 sel kunci protein spike. Jumlah mutasi itu tidak biasa jika dibandingkan dengan varian Covid-19 lainnya selama ini.
Baca juga: Deltacron Dikonfirmasi WHO, Apa Kata Satgas COVID-19?
Para ilmuwan khawatir tingginya jumlah mutasi Omicron dapat membuat varian Covid-19 ini lebih mudah menular dan mengurangi kekebalan imun."Kita telah melihat berbagai varian Covid-19 bermunculan setiap lima sampai enam bulan, dan sebagian besar dari mereka tidak banyak jumlahnya. Tapi ini (Omicron) berbeda. Perilakunya berbeda, seperti jauh lebih menular daripada varian Delta," kata Dekan Sekolah Kesehatan Publik Brown University, Dr Ashish Jha.
Sejumlah ahli memaparkan jika vaksin Covid-19 yang sudah ada tidak cukup efektif melawan Omicron, satu-satunya solusi yang memungkinkan sementara adalah memberikan dosis vaksin booster kepada masyarakat.
Lantas bagaimana gejalanya?
Dr Angelique Coetzee, seorang praktisi swasta dan ketua Asosiasi Medis Afrika Selatan (Afsel) mengatakan seorang pasien melaporkan di kliniknya bahwa ia menjadi "sangat lelah", nyeri tubuh dan sakit kepala.
Pengalamannya sejauh ini adalah bahwa varian tersebut mempengaruhi orang yang berusia 40 tahun atau lebih muda. Hampir setengah dari pasien dengan gejala Omicron yang dirawatnya tidak divaksinasi.
"Keluhan klinis yang paling dominan adalah kelelahan yang parah selama satu atau dua hari. Dengan mereka, sakit kepala dan tubuh pegal-pegal," ucapnya. Namun dikhawatirkan gejala lebih berat jika menginfeksi yang belum divaksin, lansia, dan komorbid.
(mth)